laporan ipn

Laporan Praktikum Ke : 2                   Hari/Tanggal : 01 Maret 2012

Integrasi Proses Nutrisi                       Tempat Praktikum : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten  :1. Ibu Adriani

2. Febynia Mutiara Zainatha

3. Rika Zahera

4. Dwi Wahyu Nugraeni

5. Dea Justia Nurnana

MINERAL

Hesti Anggrani

D14100056

 

 

 

 

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

2012

Pendahuluan

Latar Belakang

            Makhluk hidup tidak hanya memerlukan unsur organik untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya. Semua mahluk hidup memerlukan unsur anorganik atau mineral untuk proses kehidupan yang normal. Mineral adalah suatu zat ( fasa ) padat yang terdiri dari unsur atau persenyawaan kimia yang dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik, mempunyai sifat-sifat kimia dan fisika tertentu dan mempunyai penempatan atom-atom secara beraturan di dalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal.

Mineral dibedakan menjadi tiga jenis menurut jumlah yang dibutuhkan oleh ternak yaitu makro, mikro dan unsur jarang. Mineral makro terdiri dari natrium (Na), klor (Cl), kalsium (Ca), phosphor (P), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Sedangkan mineral mikro terdiri dari Cobalt (Co), Tembaga (Cu), Iodium (I), Besi (Fe), Mangan (Mn), Selenium (Se) dan Seng (Zn). Sedangkan unsur jarang terdiri dari I, Mo, Co, Se, dan lain-lain.

Kekurangan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ternak menyebabakan terjadinya defisiensi mineral sehingga fungsi tubuh, metabolisme, dan penyerapan mineral atau zat lain terganggu. Untuk menghasilkan ternak dengan perpoma yang baik maka dibutuhkan pula kelengkapan zat-zat organik dan anorganik yang dibutuhkan tubuh.

Tujuan

            Tujuan praktikum kali ini yaitu praktikan dapat mengamati karakteristik beberapa mineral (Cu, Co, Fe, Zn, Mg, Cl) dan CO2. Lalu mampu mengamati perubahan warna sampel yang diberi perlakuan dan mengetahui kandungan mineral dalam sampel berdasarkan analisa kualitatif. Serta mampu mengamati peran Ca2+ dalam proses pembekuan susu atau darah.

 

 

Tinjauan Pustaka

Mineral

            Mineral terbentuk dari atom-atom serta molekul-molekul dari berbagai unsur kimia, dimana atom-atom tersebut tersusun dalam suatu pola yang teratur. Keteraturan dari rangkaian atom ini akan menjadikan mineral mempunyai sifat dalam yang teratur. Mineral pada umumnya merupakan zat anorganik. (Darmono dan S. Bahri. 1990).

Fungsi Mineral

            Mineral sangat penting untuk kelangsungan hidup ternak. Hampir semua mineral ditemukan dalam jaringan ternak dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses metabolisme ternak. Metabolisme dan interrelationship diantara mineral sangat bervariasi dan kompleks. Suatu kelebihan atau kekurangan mineral tertentu dapat menyebabkan kekurangan atau kelebihan dari mineral lain (Darmono dan S. Bahri. 1990).

Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan mineral makro yang sangat penting. Sekitar 70% daritotal Mg dalam tubuh terdapat dalam tulang atau kerangka ( Underwood, 1981 ), sedangkan 30% lainnya tersebar dalam berbagai cairan tubuh dan jaringan lunak ( Tillman et al., 2003 ). Mg dibutuhkan oleh sebagian besar sistem enzim, berperan dalam metabolisme karbohidrat dan dibutuhkan untuk mempernaiki fungsi sistem saraf ( Perry et al., 2003 ). Selain itu Mg berperan penting untuk sintesis protein,asam nukleat, nukleotida, dan lipid ( Girindra, 1988 ).Indikator defesiensi Mg adalah menurunnya kadar Mg dalam plasma menjadi 1,2 – 1,8 mg/100ml dari kadar normal sebesar 1,8 – 3,2 mg/100ml ( McDowell, 1992 ). Tempat utama absorsi Mg pada ternak ruminansia adalah pada bagian reticulorumen, sekitar 25% Mg diabsorsi oleh hewan dewasa. Jumlah Mg yang diabsorsi menurun seiring dengan penurunan tingkat mineral di dalam pakan. Dalam kondisi defisiensi status Mg cadangan dalam tubuh untuk menggantikan sumbangan dari absorpsi Mg yang rendah ( McDowell, 1992 ).

Besi ( Fe )

Lebih dari 90% Fe yang terdapat dalam tubuh terikat pada protein dan terutama pada hemoglobin darah mengandung Fe sebanyak 0,34%. Fe juga terdapat dalammioglobin, hati, limpa dan tulang. Fe dalam serum darah terdapat dalam bentuk non hemoglobin yang disebut transferrin atau siderophilin. Pada individu normal hanya 30-40% transferrin yang membawa Fe, dalam keadaan normal plasma darah mengandung 240 – 480 mcg% ; pada sapi dewasa 130 – 140 mcg% ( Church, 1991 ).Fungsi Fe yang penting adalah untuk absorpsi dan transport O2 ke dalam sel – sel, Fe juga merupakan komponen yang aktif dari beberapa enzim yaitu sitokrom perioksidase dan katalase. Selain itu Fe berfungsi sebagai mediator proses –proses oksidasi ( Tillman et al., 1998 ). Unsur Fe diabsorpsi sesuai dengan keb

utuhan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti status Fe dalam tubuh, umurhewan (Underwood dan Sutlle, 1999 ), kebutuhan metabolik tubuh, bentuk komponenzat besi yang terdapat dalam makanan dan ada tidaknya zat – zat nutrisi lain yang mempengaruhi absorpsi zat besi ( Piliang, 2002 ). Fe lebih banyak diabsorpsioleh hewan yang defisien Fe dibanding hewan yang tercukupi kebutuhan Fe, karenaabsorpsi dan metabolisme Fe diatur oleh status Fe pada mukosa usus. Tempat absorpsi Fe pertama adalah duodenum ( Underwood dan Sutlle, 1999 ).

Tembaga ( Cu )

Mineral Cu adalah salah satu mineral yang seiring dilaporkan defisien pada ternak ruminansia. Menurut McDowell ( 1992 ), defisien Cu dapat menyebabkan mencret, pertumbuhan terhambat, perubahan warna pada rambut dan rapuh serta mudahpatahnya tulang – tulang panjang. Defisiensi sekunder mineral mikro sering dialami oleh ternak ruminansia walaupun ternak diberi suplemen mineral dalam jumlahyang mencukupi kebutuhan ( Kardaya et al., 2001 ).Unsur Cu diabsorpsi kurang baik oleh ruminansia dalam metabolisme tubuh( Kardaya, 2000 ). Meskipun Cu bukan merupakan bagian dari molekul haemoglobin,akan tetapi Cu ini adalah komponen yang sangat penting untuk pembentukkan sel darah merah dan menjaga aktivitasnya dalam sirkulasi ( Nugroho, 1986 ). Unsur Cuterdapat dalam plasma darah, kandungan Cu secara normal dalam plasma darah adalah 0,6 Cu/ml ( Underwood, 1981 ).

Seng ( Zn )

Zn terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi sebagian besar terdapat dalam tulang. Jumlah yang besar juga terdapat dalam kulit, rambut, dan bulu hewan( Tillman et al., 1998 ). Zn berperan penting pada sintesis DNA serta metabolisme protein sehingga sistem tubuh akan terganggu jika defisien Zn ( Underwood, 1981 ). Zn juga berperan penting dalam metabolisme karbohidrat dan lemak serta pembentukkan sistem kekebalan tubuh ( Perry et al., 2003 ). Menurut Linder (1992) Znmerupakan mikromineral yang tersebar didalam jaringan hewan, manusia, dan tumbuhan serta terlibat dalam fungsi metabolisme. Zn berperan juga dalam fungsi berbagai enzim, meningkatkan nafsu makan, produksi telur, daya tetas telur dan pertumbuhan tulang dan bulu pada ayam petelur.Pada ternak ruminansia Zn diabsorpsi didalam rumen dan usus halus. Absorpsi Zn melibatkan transfer Zn dari lumen usus halus menuju mukosa sel. Transporini diatur oleh metabolisme, sintesis metallothonein dipengaruhi oleh level Zn dalam ransum dan konsentrasi Zn dalam plasma, sehingga senyawa tersebut dapat mengatur homeostatis Zn didalam tubuh ( McDowell, 1992 ). Indikasi defisien Zn adalah kadar Zn dalam serum atau plasma menurun dari level normal 0,08 – 0,12 mg100ml menjadi 0,015 – 0,02 mg/100ml ( Miller et al., 1988 ).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Materi Metode

Materi

            Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larutan standar CSO4,CuSO4, FeSO4, MgSO4, Zn SO4,HCL 1:1, AgNO3, HNO3, CaCO3, NaCl, garam rochele, larutan nitroso R. salt, iodine, larutan NaOH 2N, larutan KOH 1N, larutan dithizone, dan aquadest.Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung reaksi, spoit,spotplate, kertas saring, gelas arloji, dan lap untuk membersihkan setelah praktikum.

Prosedur

Pengujian CO, Cu, Fe, larutan A diteteskan pada kertas aring sebanyak 1-2 tetes, kemudian tambahkan sample secukupnya,tambahkan larutan B 2 tetes. Amati perubahan warna larutan yangterjadi. Larutan standar yang digunakan adalah:Untuk CO : CSO4Untuk Cu : CuSO4Untuk Fe : FeSO4. Pengujian MgLarutan C dalam spotplate diteteskan sebanyak 2-3 tetes, ditambahkan larutan D hingga warna agak kuning, lalu diteteskan pada kertas saring yang berisi sample. Amati perubahan warna yang terjadi. Larutan standar untuk Mg adalah MgSO4.3. Pengujian Cl sample dilarutkan dengan air, lalu disaring dan masukkan pada tabung reaksi. HNO3 diteteskan sebanyak1-2 tetes, kemudian ditambahkan 1-2 tetes AgNO3 (5%) dalamtabung reaksi tersebut. Amati endapan putihnya. Sample standar untuk Cl adalah NaCl.4. Pengujian CO2, sample diteteskan seperlunya pada kaca arloji. Lalu ditambahkan larutan HCL 1:1.Amati gelembung yang terbentuk. Sampe standar untuk CO2 adalah CaCO3. Keterangan : Larutan A : garam rochele, dibuat dari 20 gr garam rochele ditambahkan 100ml aquadest. Larutan B : larutan nitroso R. salt dibuat dari 1 gram nitroso R salt ditambahkan 500 ml aquadestLarutan C : larutan KOH 1 N. Larutan D : 12.7 gram iodine ditambahkan 40 gr KI, dilarutkan dalam 25 ml aquadest dan diencerkan hingga 100 ml. Larutan E : Larutan NaOH 2N. Larutan F : Larutan dithizone dibuat dari 0.1 gran dithizone dilarutkan dalam 100 ml aquades.

 

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil

            Berikut ini merupakan hasil uji standar atau kontrol untuk membandingkan uji yang aka dilakukan terhadap sampel pakan ternak komersial, yang di sajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Uji standar

Sampel

Warna

Mineral

MgO

Tidak ada perubahan

Mg2+

MgSO4

Coklat muda

Mg2+

CaCO3

Reaksi Berbusa

CO2

NaCl cair

Ada endapan putih

Cl

Zn murni

Orange

Zn2+

Zn teknis

Orange

Zn2+

CuSO4

Kuning

Cu2+

FeSO4

Hijau

Fe2+

COCl2

Merah Bata

CO2+

Hasil uji kualitatif yang kelompaok kami lakukan terhadap beberapa jenis pakan yang tertera di tabel bawah ini, menunjukan terkandung atau tidaknya jenis mineral dalam pakan disajikan sebagai berikut :

Tabel 2. Uji kualitatif Kandungan Mineral

Sampel

Kandungan

CO2+

Cu2+

Fe2+

Mg2+

Zn2+

Cl

CO2

Tepung Ikan

+

+

Mix

+

+

Feter

+

+

Cuter

+

+

Zeter

+

+

+

Pakan Domba

+

+

*Uji kualitatif pada mineral Cl tidak dilakukan.

Berikut ini merupakan uji peran Ca terhadap pembekuan sari susu kedelai, yang diperlakuan dengan pemberian jumlah Ca yang berbeda, di sajikan sebagai berikut :

Tabel 3.Uji Peran  Ca2+  dalam pembekuan susu atau darah

Sampel

Jumlah Ca2+

2 tetes 4 tetes 6 tetes 8 tetes 10 tetes 1 ml
Susu skim

+

++

+

+

+

+

Full Cream

+++

+++

++

++

+++

++

Susu Kedele

++

++

++

+

 

Pembahasan

            Seperti unsur nutrisi pada manusia, mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti tulang dan gigi maupun jaringan lunak seperti hati, ginjal, dan otak. Unsur mineral makro seperi Ca, P, Mg, Na, dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh, sedangkan unsur mineral mikro seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), dan kobalt (Co) diperlukan dalam sistem enzim (McDowell 1985).

Zat besi (Fe) dalam tubuh biasanya berikatan dengan protein dan ikatan Fe-S, menjadi residu sistein dalam protein ferodoksin dari bakteri dan tanaman. Dalam tubuh, sebagian Fe digunakan untuk proses metabolisme dan sebagian disimpan sebagai cadangan. Fe yang digunakan dalam proses metabolisme enzimatis dalam hemoglobin sekitar 55% dan dalam mioglobin 15%. Unsur Fe yang disimpan sebagai cadangan berbentuk feritin, yaitu protein kompleks yang mudah larut, sekitar 70−80%, dan sebagai hemosiderin yang merupakan protein kompleks tidak mudah larut. Kedua bentuk ikatan Fe tersebut disimpan dalam organ hati, sumsum tulang, limpa, dan otot skeletal. Bila keseimbangan konsentrasi Fe dalam tubuh terganggu maka kandungan Fe pada lokasi penyimpanan, sebelum Fe digunakan dalam metabolisme, menurun (King 2006).

Tembaga (Cu) sangat penting dalam proses metabolisme energi dalam sel, sistem transmisi impuls saraf, sistem kardiovaskuler, dan sistem kekebalan. Cu juga berperan penting dalam proses metabolisme estrogen yang diperlukan untuk menjaga kesuburan ternak betina dan proses kehamilan. Mineral esensial lainnya yaitu Zn diperlukan dalam sistem enzim sebagai metaloenzim. Lebih dari 100 jenis metaloenzim mengikat Zn, termasuk enzim nicotinamid adenine dinucleotid dehydrogenase (NADH), RNA dan DNA polymerase, alkalin fosfatase, superoksid dismutase, dan carbonic anhidrase (Hougland et al. 2005).

Ion klor mempunyai fungsi untuk untuk menjaga keseimbangan asam basa, osmoregulasi dan untuk sekresi cairan (gastric). Ion kuprum berperan dalam pembentukan haemoglobin, pigmen, dan sebagai koenzim. Ion cobalt berperan dalam absopsi vitamin B12 serta untuk pertumbuhan mikroba rumen. ( Mc.Donald, 1978). Sedangkan fungsi kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh hewan. Kalsium merupakan komponen penting untuk kehidupan sel dan cairan jaringan. Kalsium juga penting dalam aktivitas beberapa sistem enzim dan juga terlibat dalam system koagulasi darah yang unsur kalsiumnya terdapat dalam plasma.

Unsur kalsium sering berbentuk ion Ca 2+ termasuk dalam kelompok IIA dalam sistem berkala dan logam kelas A. Kalsium sering juga berikatan dengan perotein yang berhubungan dengan fungsi metabolisme organ. Fungsi penting dari kalsium di luar sel ( ekstraselkuler) ialah mencegah terjadinya gumpalan darah, gumpalan ini adalah merupakan protein darah yang tidak larut. Peranan kalsium dalam sel (intraseluler) yang penting adalah dalam eksitasi saraf dan kontraksi otot. Kontraksi otot merupakan proses yang kompleks dimana terjadinya perubahan permeabilitas memberan sehingga Ca2+ terbebaskan dan menyebabkan kontraksi. Aktifitas kalsium tersebut dalam protein tidak dapat digantikan oleh ion lain(Darmono,1995). Kalsium sangat diperlukan dalam pembekuan darah, vitamin D mengoptimalkan penyerapan kalsium dalam darah. Vitamin K mengikat kalsium dalam tulang. Penyerapan kalsium dalam tubuh perlu bantuan vitamin D.

Hasil pengujian standar dari masing-masing mineral yaitu pada uji Cu dengan sampel standarnya CuSO4 warna awal adalah biru tua setelah direaksikan dengan larutan garam Rochele dan garam nitroso-R-salt menghasilkan warna kuning. Sedangkan dengan menggunakan larutan yang sama pada uji Co dan Fe dengan menggunakan sampel CoCl2 unggu dan FeSO4 kuning, menghasilkan uji standar Co menjadi warna merah bata dan Fe berwarna hijau. Pada uji Mg2+ dengan sampel MgSO4 yang direaksikan dengan KOH dan iodium menghasilkan warna coklat sedangkan sampel MgO direaksikan dengan KOH dan iodium tidak terjadi perubahan warna. Uji Zn2+ dengan sampel Zn murni yang direaksikan dengan NaOH 2N dan dithizone menghasilkan warna orange, uji Clˉ dengan sampel NaCl cair yang direaksikan dengan AgNO3 5% dan HNO3 2N menghasilkan endapan putih, sedangkan pada uji CO2  dengan sampel CaCO3 yang direaksikan dengan HCl menghasilkan gelembung-gelembung kecil.

Uji mineral pada tepung ikan dinyatakan positif mengandung Fe dan Zn. Jenis pakan mix dinyatakan postif mengandung Cu dan Zn. Pada pakan (kosentrat) domba dinyatakan positif mengandung Fe dan Zn. Sedangkan pada uji peran Ca dalam pembekuan susu lebih cepat terjadi pada susu full cream, lalu pada susu skim, dan susu kedelai. Dilihat dari proses penyerapan vitamin D terhadap Ca, dengan kelarutan vitamin D terhadap lemak yang menyebabkan pengendapan atau pembekuan pada susu full cream lebih cepat terjadi. Pada susu skim, lemak yang terkandung sudah sangat sedikit sehingga kandungan Ca didalamnya pun dipastikan sudah mulai berkurang, sehingga pengendapannya punkurang cepat.

 

 

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan

            Mineral merupakan zat anorganik yang sangat diperlukan oleh ternak, walau dengan jumlah yang sedikit namun keseimbangan dan ketersediannya harus terpenuhi dan cukup untuk ternak. Definsiasi yang terjadi dapat menggangu metabolisme, penyerapan zat lain, serta terhambatnya fungsi tubuh. Dalam praktikum kali ini, setiap sampel uji pakan yang dinyatakan positif uji mineral maka dapat disimpulkan mengandung jenis mineral tersebut. Kandungan mineral pada pakan merupakan salah satu faktor penentu baik tidaknya pakan tersebut dikonsumsi serta menjadi acuan formulasi ransum ternak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Church, D. C. 1991. The Ruminal Animal : Digestive, Physiology and Nutrition.    Volume 2. Prentice Hall, New Jersey.

Darmono dan S. Bahri. 1990. Defisiensi mineral pada ternak ruminansia di Indonesia:       natrium. Penyakit Hewan 22(40): 128−132.

Girindra, A. 1998. Biokimia Patologi Hewan. Pusat Antar Universitas. Institut       Pertanian Bogor, Bogor

Kardaya, D. 2000. Pengaruh suplementasi mineral organik (Zn-Proteinat, Cu          Proteinat) dan amonium molibdat terhadap performans domba lokal. Tesis.       Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kardaya, D., Supriyati, Suryahadi, dan T Toharmat. 2001. Pengaruuh suplementasi            Zn-Proteinat, Cu-Proteinat dan amonium molibdat terhadap performans domba lokal. Media Peternakan, 24 (11) : 1-9

Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Dengan pemakaian secara klinis. Terjemahan. A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

McDowell, L. R. 1992. Mineral in Animal and Human Nutrition. Academic Press, INC, San Diego.

Miller, J. K., N. Ramsey and F. C. Madson. 1998. The Trace Elements. In : Church,          D. C. (Ed). The Ruminal Animal : Digestive, Physiology and Nutrition.           Prentice Hall, New Jersey.

Nugroho. 1986. Penyakit Kekurangan Mineral pada Sapi. Penerbit Eka Offset.      Semarang.

Perry, T. W., A. E. Cullison and R.S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding. Sixth      Edition. Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S.     Lebdosukujo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke- 6. Fakultas          Peternakan. Universitas Gajah Mada. Gadjah Mada University Press,            Yogyakarta.

Underwood, E. J. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. Second Edition.        Commonweath Agricultural Bureaux, London.

Underwood, E. J. and N. F. Suttle. 1999. The Mineral Nutrition of Livestock. Third          Edition. CABI Publishing, London.

 

laporan ipn

Laporan Praktikum Ke-9                                Hari/Tanggal   : Kamis, 03 Mei 2012

Integrasi Proses Nutrisi                                   Tempat            : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten  : Rika Zahera

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SIFAT PROTEIN

 

Hesti Anggrani

D14100056

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PENDAHULUAN

Latar Belakang

 

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan Fe (Sudarmadji, 1989).  Protein adalah salah satu komponen gizi makanan yang diperlukan ternak untuk pertumbuhan, pembangun dan pengatur dalam tubuh. Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya : panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam, logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif. Protein dibagi menjadi dua jenis menurut kelarutannya yaitu, protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter. Daya larut protein akan berkurang jika ditambahkan garam, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan.

Tujuan

            Praktikum kali ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat protein yaitu sifat koagulasi, sifat amfoter,dan sifat reversibel protein.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan Fe (Sudarmadji, 1989). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto, A.K, 2009).

Sifat Protein

Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya : panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam, logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif. Perubahan sifat fisik yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan (menjadi tidak larut) atau pemadatan (Sudarmadji. S, 1989). Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter. Daya larut protein akan berkurang jika ditambahkan garam, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak kearah katoda. Dan sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak menuju anoda (Winarno. F.G, 1992).

Koagulasi

Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan sebagai berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 2002). Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara reveresibel (Poedjiadi, 1994). Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik nonpolar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, 2003).

Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50ºC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik isolistriknya (Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5 di mana protein mempunyai muatanpositif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur diatas 60ºC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan ataustruktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi (Blogspot, 2007).

Titik Isolistrik

Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyaimuatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif,sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994)

Pada pH isoelektrik (pI), molekul protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga saling menetralkan atau bermuatan nol. Akibatnya, protein tidak bergerak di bawah pengaruh medan listrik. Pada titik isoelektrik, protein akan mengalami pengendapan (koagulasi) paling cepat dan prinsip dapat digunakan untuk pemisahan atau pemurnian suatu protein (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011).

Amfoter

Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein,menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapatbereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Winarno, 2002).

 

Reversible dan Irreversible

Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik danzat kimia, sehingga mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan ataumodifikasi pada struktur molekul protein disebut denaturasi. Hal-hal yang dapatmenyebabkan terjadinya denaturasi adalah: panas, pH, tekanan, aliran listrik, danadanya bahan kimia seperti urea, alkohol, atau sabun. Proses denaturasi kadang berlangsung secara reversible, tetapi ada pula yang irreversible, tergantung pada penyebabnya. Protein yang mengalami denaturasi akan menurunkan aktivitas biologis dan berkurang kelarutannya, sehingga mudah mengendap (Tim DosenBiokima, 2011).

Logam Berat

Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Secara bersama gugus –COOH dan gugus -NH2 yang terdapat dalam protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Ion-ion tersebut adalah Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++, Co++, Mn++ dan Pb++. Selain gugus –COOH dan gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++ (Poedjiadi, 1994).

 

Putih Telur

Persentase putih telur (albumen) sekitar 58%-60% dari berat telur itu. Putih telur terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan kental dan lapisan encer. Lapisan kental terdiri atas lapisan kental dalam dan lapisan kental luar. Lapisan kental dalam hanya 3% dari volume total putih telur. Lapisan kental dalam ini membentuk kalaza yang terpelintir dari membran kuning telur ke arah kerabang telur. Kalaza ini berfungsi sebagai tali untuk menahan kuning tetap berada di tengah telur. Lapisan kental luar 57% dari total putih telur. Lapisan kental ini mengandung protein dengan karakteristik gel yang berhubungan dengan jumlah ovomucin protein. Lapisan encer terdiri dari lapisan encer dalam dan lapisan encer luar yang masing-masing mewakili 17% dan 23% dari jumlah total volume putih telur (Bell dan Weaver, 2002).

 

Susu Murni

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina. Protein dalam susu mencapai 3,25%. Struktur primer protein terdiri atas rantai polipeptida dari asam-asam amino yang disatukan ikatan-ikatan peptida (peptide linkages). Beberapa protein spesifik menyusun protein susu. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa whey protein. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80%. Kasein terdiri atas beberapa fraksi seperti alpHa-casein, betha-casein, dan kappa-casein. Kasein merupakan salah satu komponen organik yang berlimpah dalam susu bersama dengan lemak dan laktosa.Whey protein merupakan protein butiran (globular). Betha-lactoglobulin, alpHa-lactalbumin, Immunoglobulin (Ig), dan Bovine Serum Albumin (BSA) adalah contoh dari whey protein. AlpHa-lactalbumin merupakan protein penting dalam sintesis laktosa dan keberadaannya juga merupakan pokok dalam sintesis susu. Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat asam dan sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6,5, berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri. (Johanes, 2009).

 

Susu Skim

Susu skim adalah susu yang telah diambil lemaknya. Protein yang terdapat dalam susu skim adalah kasein. Kasein merupakan protein amfoterik yang mempunyai sifat asam maupun basa, tetapi biasanya menpunyai sifat asam. Bakteri memecah protein dengan menghasilkan energi dalam jumlah kecil, tetapi nitrogen dari hasil pemecahan tersebut digunakan untuk membangun protoplasma didalam sel.

Semakin tinggi susu skim yang ditambahkan semakin tinggi kadar proteinnya karena susu skim sendiri merupakan sumber protein. Susu skim digunakan untuk mencapai kandungan solid non fat dan sebagai sumber protein jadi secara otomatis kadar protein semakin tinggi, sama halnya dengan jumlah asam (asam laktat), karena susu skim sebagai media pertumbuhan bakteri asam laktat. Penambahan maltodekstrin sebagai penstabil agar produk yoghurt mempunyai konsistensi dan stabilitas yang baik, jadi semakin konsistensinya tinggi semakin tinggi protein yang terdapat pada produk. Karena maltodekstrin disini mengikat protein yang larut dalam air dengan adanya maltodekstrin protein akan terikat walaupun dalam jumlah sedikit protein akan larut. Penambahan maltodekstrin yang semakin tinggi sampai 10% akan mengikat protein semakin tinggi (Widowati, S dan Misgiyarta, 2009).

Sari Kedelai

Sari kedelai mengandung protein lesitin. Kandungan lesitin dalam protein kacang kedelai dapat digunakan sebagai emulsifier alami untuk membentuk emulsi minyak dalam air. Pemberian susu kedelai yang mengandung lesitin secara teratur dapat membantu meningkatkan intelegensi. Kandungan protein maksimal dalam susu/ sari kedelai adalah 7%. Kandungan protein yang lebih dari angka tersebut akan menyebakan terbentuknya jendalan/gumpalan. Umumnya, kadar protein terlarut dalam susu kedelai berkisar antara 3% sampai 5%. Susu kedelai dengan konsentrasi protein terlarut lebih dari 7% akan menggumpal apabila dipanaskan pada suhu 70oC- 100oC selama lebih dari 10 menit.adapun sifat protein kedelai yang lain adalah akan menggumpal karena pengaruh asam (Suprapti, 2010).

 

Formaldehyde

Formaldehyde adalah gas yang larut dalam air dengan volume 40% dari total berat larutan. Larutan jenuh ini secara komersial diperdagangkan sebagai formalin atau formaldehyde 40%. Telah disepakati bahwa yang dimaksud dengan formaldehyde 40% sama dengan larutan jenuh gas formaldehyde dalam akuades. Formalin terutama terdapat dalam bentuk polimer dari formaldehyde. Bentuk ini tak dapat digunakan untuk fiksasi yang dapat digunakan adalah bentuk monomernya. Selain itu formalin bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehyde. Cairan formalin akan mengawetkan struktur halus (fine structure) dengan sangat baik, fosfolipida, dan beberapa enzim. Formaldehyde jika bereaksi dengan protein akan membentuk hubungan diantara rangkaian-rangkaian protein yang berdekatan, sehingga dapat mempertahankan protein terhadap degradasi dan denaturasi. Formaldehyde bereaksi lebih efisien sebagai larutan stabil di sekitar titik netral pH 7,5-8,0, sehingga sangat baik sebagai pengawet jaringan pada pH tersebut. Formaldehyde mempunyai sifat penetrasi yang cukup baik tetapi gerakan penetrasinya lambat (Zulham, 2009).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MATERI DAN METODE

Materi

            Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu, tabung reaksi, kertas indikator, pengaduk, pipet, pemanas air, pipet volumetrik, spoit, serta rak tabung reaksi. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu larutan HCl 0,1N, NaOH 0,1N, HgCl2 jenuh , formaldehyde 10%, putih telur, susu murni, susu skim, susu kedele, dan aquadest.

Metode

  1. Kelarutan protein terhadap pemanasan

Putih telur dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan bantuan corong, amati sifat fisiknya. Tabung reaksi tersebut di masukkkan kedalam air mendidih, hingga terjadi perubahan dan catat perubahan yang terjadi. Lakukan pada sampel yang lain.

  1. Reaksi dengan Formaldhyde

Putih telur dimasukkan kedalam 5 tabung reaksi, amati sifat fisik. Larutan formaldhyde sebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10tetes. Amati perubahan yang terjadi. Tabung reaksi tersebut dimasukkan kedalam air yang sedang mendidih hingga terjadi perubahan. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat, lakukan pada sampel yang lain.

  1. Pengendapan prtein dengan logam berat

Putih telur dimasukkan ke dalam tabung reaksi, sifat fisiknya dimati. Ditambahkan 3 tetes HgCl2 jenuh, amati dan catat perubahannya. Lakukan pada sampel lainnya.

  1. Putih telur dimasukkan ke dalam botok selai. pH diukur dengan menggunakan kerts indikator, pH awal dicatat. HCl dititrasikan di putih telur, setiap penambahan 5-10ml diamati perubahannya. Selanjutnya larutan tersebut dititrasikan dengan NaOH 0,1N, kurva titrasi dibuat.

 

 

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

 

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap beberapa sifat protein, didapatkan hasil sebagai berikut :

 

Tabel 1. Kelarutan Protein Terhadap Pemanasan

Sampel

Sebelum Pemanasan

Sesudah Pemanasan

Warna

Kekentalan

Warna

Kekentalan

Putih Telur

Bening

Kental

Putih

Padat

Susu Skim

Putih

Cair

Putih

Cair

Susu Murni

Putih

Cair

Putih bersih

Cair

Sari Kedelai

Putih kekuningan

Kental

Krem

Memisah, menggumpal

 

Tabel 2. Reaksi Dengan Formaldehyde

Sampel

Sebelum Pemanasan

Sesudah Pemanasan

2

4

6

8

10

2

4

6

8

10

Putih Telur

+

++

+++

+++

++++

Padat

Padat

Agak kental

Agak kental

kental

Susu Skim

+

++

+++

++++

+++++

Sedikit endapan

Sedikit endapan

Sedikit endapan

1 fase

2 fase

Susu Murni

+

++

+++

++++

+++++

Tidak ada perubahan, sama seperti sebelum pemanasan

Sari Kedelai

+

++

++

+++

+++

2 fase

2 fase

2 fase

2 fase

2 fase

 

Tabel 3. Pengendapan Protein Dengan Logam Berat

Sampel

Kekentalan

Uji Logam Berat

Putih Telur

++++

+++

Susu Skim

++

Susu Murni

+

++

Sari Kedelai

+++

+

 

Tabel 4. Pengamatan Sifat Amfoter

HCl

NaOH

Penambahan (ml)

pH

Penambahan (ml)

pH

5

9

5

3

5

8

5

3

5

7

5

4

5

6

5

4

5

5

5

5

5

4

5

5

5

4

5

6

5

4

5

7

5

3

5

8

5

3

5

9

5

2

5

10

Total penambahan : 55 ml

5

10

5

10

5

10

5

11

Tatal penambahan : 75 ml

 

 

Pembahasan

            Protein memiliki struktur yang  mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan Fe (Sudarmadji, 1989). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Protein merupakan zat nutrien yang memiliki harga satuan tertinggi, sehingga kita harus menetahui sifat-sifat protein untuk mencegah kerusakan protein dan memaksimalkan kandungan protein dalam pakan semaksimal mungkin.

Pada temperatur diatas 60ºC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan ataustruktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 2002). Pada percobaan pemanasan, putih telur mengalami penggumpalan sedangkan pada susu murni dan skim tidak terjadi penggumpalan. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa albumin atau lazimnya disebut putih telur merupakan protein globular yang tidak rapat atau tersusun dalam aturan tertentu. Komposisi putih telur tersusun atas protein sebagai komponen utama. Sedangkan susu skim adalah susu yang telah diambil lemaknya sehingga tidak terdapat gumpalan. Denaturasi dapat merubah sifat protein menjadi lebih sukar larut dan makin kental. Keadaan inilah yang disebut dengan koagulasi.

Percobaan reaksi protein dengan formaldhyde pada sampel protein menghasilkan sifat kekentalan pada semua sampel kecuali sampel susu murni. Formaldehyde jika bereaksi dengan protein akan membentuk hubungan diantara rangkaian-rangkaian protein yang berdekatan, sehingga dapat mempertahankan protein terhadap degradasi dan denaturasi. Kekentalan tertinggi terjadi di tabung 10ml serta setelah pemanasan. Hasil yang berbeda dari sampel yang digunakan menunjukan kandungan protein yan berbeda-beda dalam sampel. Kandungan protein dari setiap sampel tersebut antara lain: Albumin atau lazimnya disebut putih telur merupakan protein globular yang tidak rapat atau tersusun dalam aturan tertentu. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa whey protein. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80%. Protein yang terdapat dalam susu skim adalah kasein. Kasein merupakan protein amfoterik yang mempunyai sifat asam maupun basa, tetapi biasanya menpunyai sifat asam. Sari kedelai mengandung protein lesitin. Kandungan lesitin dalam protein kacang kedelai dapat digunakan sebagai emulsifier alami untuk membentuk emulsi minyak dalam air. Bahan baku untuk produksi sel-sel darah adalah besi, protein, asam folat dan vitamin B12.

Pengendapan protein dengan logam berat menghasilkan endapan terbanyak yaitu pada putih telur selanjutnya susu murni dan susu kedelai, namun pada susu skim tidak ditemukan endapan seharusnya endapan juga terbentuk pada susu skim. Kandungan lemak susu skim yang rendah membuat susu skim sulit menggumpal ketika direaksikan dengan HgCl2, perlu lebih banyak HgCl2 untuk menendapkan susu skim. Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi.

Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein,menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapatbereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Pengamatan sifat amfoter pada protein putih telur memerlukan 55ml HCl untuk menurunkan pH putih telur hingga pH=2, sedangkan butuh 75ml NaOH untuk menaikkan pH putih telur hingga pH=12. Titrasi ini menghasilkan busa atau buih, proses pembentukan buih di awali dengan pembukaaan ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang, dilanjutkan dengan proses adsopsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk menggantikan bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gel yang berdekatan akan berhubungan dan cairan dicegah keluar. Peningkatan kekuatan interaksi yang terjadi mengakibatkan agregasi (penggumpalan) protein permukaan film melemah yang di ikuti dengan pecahnya gelembung buih.

Hasil titrasi yang telah bibuat dalam bentuk kurva akan menunjukan titik perpotongan yang disebut titik isoelektrik. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994). Pada pH isoelektrik (pI), molekul protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga saling menetralkan atau bermuatan nol. Akibatnya, protein tidak bergerak di bawah pengaruh medan listrik. Pada titik isoelektrik, protein akan mengalami pengendapan (koagulasi) paling cepat dan prinsip dapat digunakan untuk pemisahan atau pemurnian suatu protein (Sirajuddin dan Najamuddin, 2011).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

            Protein memiliki beberapa sifat yaitu koagulasi, sifat amfoter, dan sifat reversibel. Protein pada putih telur merupakan sampel yang memiliki kandungan protein yang paling tinggi, sedangakan susu skim merupakan sampel yang paling sedikit mengandung lemak. Protein memiliki sifat amfoter, sehingga terdapat titik dimana terjadi keadaan muatan yang netral disebut dengan titik isoelektrik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Bell, D.D., & W.D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Edition. Springer Science and Business Media, Inc., New York.

Budianto A K.,2009. Pangan, Gizi, dan Pembangunan Manusia Indonesia: Dasar-             Dasar Ilmu Gizi, Malang: UMM Press 1-16

Johanes C, Chandrawinata. 2009. Asupan Nutrisi Untuk Vegetarian. Dalam Kompas        Online.            (terhubung berkala)http://www.vegetarian-guide.com/susu-kacang         kedelai

Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook . Elmhurst College.Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar     Biokimia. Jakarta: UI Press.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan                        Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty

Suprapti, Lies. 2010. Teknologi Tepat Guna Kembang Tahu Dan Susu Kedelai.      Kanisius: Yogyakarta.

Widowati, S., dan Misgiyarta. 2009. Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam           Pembuatan Produk Fermentasi Berbasis Protein Susu Nabati. Balai Penelitian    Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian: Bogor.

Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.

Winarno, F. G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta

Zulham, M. 2009. Penuntun Praktikum Histoteknik Biomedik. Departemen Histologi        Fkusu: Medan.

 

.

 

laporan ipn

Laporan Praktikum Ke-6                                Hari/Tanggal   : Kamis, 29 Maret 2012

Integrasi Proses Nutrisi                                   Tempat            : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten  : Dea Justia Nurnana

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KARBOHIDRAT

 

 

Hesti Anggrani

D14100056

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PENDAHULUAN

Latar Belakang

                Karbohidrat merupakan sumber energi yang paliang utama, lemak dan protein juga dapat menjadi sumber energi namun kandungan karbohidratlah yang paling banyak terkandung dalam sebagian besar makanan. Karbohidrat adalah senyawa yang mengandung unsur-unsur: C, H dan O, terutama terdapat didalam tumbuh-tumbuhan yaitu kira-kira 75%. Pada senyawa yang termasuk karbohidrat terdapat gugus fungsi yaitu gugus –OH, gugus aldehida atau gugus keton. Struktur karbohidrat selain mempunyai hubungan dengan sifat kimia yang ditentukan dengan sifat fisika, dalam hal ini juga aktivitas optik (McGilvery&Goldstein, 1996). Karbohidrat di golongkan menjadi empat macam menurut sifat terhadap zat penghidrolisisnya yaitu, monosakarida, oligosakarida, polisakarida, dan glikosida. Karbohidrat sangat beragam macamnya, karena itu terdapat beberapa uji karbohidrat untuk mengetahui golongan apakah yang terkandung dalam bahan yang diuji tersebut. Uji karbohidrat terdiri dari uji Molish yang mengguji kandungan karbohidrat dalambahan, uji Benedict yang mengguji kandungan monosakarida bahan, serta uji Iod yang menguji kandungan pati (polisakarida) dalam bahan yang diuji.

 

Tujuan

            Praktium kali ini bertujuan untuk menentukan keberadaan karbohidrat dalam berbagai macam bahan dengan menggunakan uji Molish, uji Benedict, serta uji Iod.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Pati

            Pati merupakan komoditas homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidaksama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom C-nya serta bentuk rantai molekulnya (lurus ataubercabang). Pati mempunyai struktur kimia yang unik, sehingga banyak digunakan untuk pembuatanproduk olahan baik pangan maupun non pangan. Sekitar 50% pati digunakan untuk bahan bakupembuatan sirup dan gula. Pati juga banyak digunakan untuk pembuatan pati etrmodifikasi maupun produk turunan lainnya (Bennion, 1980).

Pati merupakan campuran dua polisakarida yaitu amilosa daanamilopektin. Didalam pati molekul amilosa terdiri dari 70-350 unit glukosa yang berikatan membentuk rantai lurus, sedangkan molekul amilopektin terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan struktur rantai bercabang. Sifat-sifat pati yaitu berwarna putih, berbentuk serbuk yang tidak larut dalam air dingin, tidak mempunyai rasa manis, hidrolisa pati dapat dilakukan oleh asam maupun enzim.jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula mulai menggelembung. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu yang lebih tinggi granula pati mulai pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air disekelilingnya. Molekul pati yang berantai panjang mulai membuka dan tercampuran pati dengan air kemudian menjadi kental. Pada pendinginan, jika perbandingan pati da air cukup besar. Molekul air terkurung didalamnya sehingga berbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan gelatinisasi (Gaman, 1992).

 

Madu

 Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman. Madu merupakan produk yang unik dari hewan, yang mengandung persentase karbohidrat yang tinggi, praktis tidak ada protein maupun lemak. Nilai gizi dari madu sangat tergantung dari kandungan gula-gula sederhana, fruktosa, glukosa dan sukrosa. Rata-rata komposisi madu adalah 23% air; 82,4% karbohidrat; 0,5% protein, asam amino, vitamin dan mineral. Karbohidrat madu termasuk tipe sederhana yang terdiri dari fruktosa 41,0%; glukosa 35%; sukrosa 1,9%.Warnanya kuning pucat sampai coklat kekuningan, rasa dan harumnya madu sangat dipengaruhi oleh jenis nektar yang dikumpulkan dari bunga (SNI, 2004; Sarwono, 2001).

 

Permen

Permen adalah produk yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3%. Biasanya suhu yang digunakan sebagai petunjuk kandungan padatan. Sesudah didihkan sampai mencapai kandungan padatan yang diinginkan (kurang lebih 150ºC) sirup dituangkan pada cetakan dan dibiarkan tercetak. Seni membuat permen dengan daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum dan sedikit saja kecenderungan untuk mengkristal (Buckle, et al., 1987). Berdasarkan bahan campurannya, permen lunak terbagi menjadi tiga jenis. Ketiga bahan tersebut adalah gum, carragenan (rumput laut) dan gelatin (Ningsih, 2010).

 

Glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray R. K. et al., 2003). Glukosa juga disebut dekstrosa karena strukturnya sebagian besar berada dalam bentuk D- yakni D-glukosa. Glukosa merupakan monomer yang ditemukan di alam sebagai dimer sampai polimer. Karbohidrat yang dikonsumsi tubuh umumnya diubah menjadi glukosa dan mengalami sirkulasi dalam tubuh (dalam darah mengandung ± 0,08% sedangkan dalam urine 0,2% glukosa). Dalam perdagangan, glukosa dibuat dari hidrolisa amilum (Mulyono, 2006).

Sukrosa

Sukrosa merupakan suatu  yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa unit  dan  dengan rumus molekul C12H22O11 Senyawa ini dikenal sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti hewan Penambahan sukrosa dalam media berfungsi sebagai sumber karbon. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula. Unit glukosa dan fruktosa diikat oleh jembatan asetal oksigen dengan orientasi alpha. Struktur ini mudah dikenali karena mengandung enam cincin glukosa dan lima cincin fruktosa. Proses fermentasi sukrosa melibatkan mikroorganisme yang dapat memperoleh energi dari substrat sukrosa dengan melepaskan dan produk samping berupa senyawaan alkohol. Penggunaan yeast ini dalam proses fermentasi diduga merupakan proses tertua dalam bioteknologi dan sering disebut dengan Sukrosa (C12H22O11) ialah sejenis  iaitu  yang bersifat bukan penurun dan tidak menunjukkan fenomena  Hidrolisis sukrosa menghasilkan Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa bukan merupakan gula pereduksi karena sukrosa tidak mempunyai atom karbon hemiasetal dan hemiaketal. Sukrosa tidak memilliki atom karbon monomer bebas karena karbon anomer glukosa dan fruktosa berikatan satu dengan yang lain. Sukrosa juga mudah dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Sumber-sumber sukrosa yang terdapat di alam antara lain: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50%), dan jelly ( Almatsier, S. 2005).

 

Fruktosa

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis (McGilvery&Goldstein, 1996). Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dihidroksi benzene) dalam asam HCl. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu atau bit (McGilvery&Goldstein, 1996). D-fruktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed (gula pereduksi), membentuk osazon dengan fenilhidrazina yang identik dengan osazon glukosa, difermentasi oleh ragi dan berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff resorsinol-HCl (Harper et al, 1979).

 

Uji Iod

Pati dan iodium membentuk ikatan kompleks berwarna biru. Pati dalam suasana asam bila dipanaskan dapat terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana, hasilnya diuji dengan iodium yang akan memberikan warna biru sampai tidak berwarna dan hasil akhir ditegaskan dengan uji Benedict(McGilvery dan Goldstein, 1996).

Uji Benedict

Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat peraksi benedict bersifat basa lemah.Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Pereaksi Benedict lebih banyak digunakan pada pemeriksaan glukosa dalam urine daripada pereaksi Fehling karena beberapa alasan (McGilvery dan Goldstein, 1996).

 

Uji Molish

Pereaksi Molisch, terdiri atas larutan α–naftol dalam alkohol. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan glukosa misalnya, kemudian secara hati-hati ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas antar kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi reaksi kondensasi antara furfural dengan α–naftol (Poedjadi, 1994). Pereaksi Molisch terdiri atas larutan naftol dalam alkohol. Apabila pereaksi ini ditambahkan padalarutan glukosa misalnya, kemudian secara hati-hati ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dualapisan zat cair. Pada batas antara kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi reaksikondensasi antara furfural dengan naftol. Walaupun reaksi ini tidak spesifik untuk karbohidrat, namundapat digunakan sebagai reaksi pendahuluan dalam analisis kualitatif karbohidrat. Hasil negatif merupakan suatu bukti bahwa tidak ada karbohidrat. (McGilvery&Goldstein, 1996)

 

 

MATERI METODE

Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, pipet Mohr, blub, gelas piala, ruang asam, kompor, spot plate, panci, sendok pengaduk, label, botol film, timbangan digital, serta penjepit kayu. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu pada uji Molish dibutuhkan pereaksi Molish, larutan H2SO4 pekat,semua sampel, dan aquadest. Pada uji Benedict memerlukan bahan berupa pereaksi Benedict, aquadest, serta semua sampel. Sedangkan pada uji Iod memerlukan bahan-bahan berupa larutan I2 dalam KI, dan sampel yang berupa tepung pati, tepung terigu, tepung maizena, dan tepung ketan. Sampel yang digunakan untuk uji Molishda uji Iod yaitu glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, pati 1%,  tepung beras, tepung maizena, tepung ketan, tepung terigu, madu, permen Say, gula aren, susu, permen Green Tea, tepung kacang merah serta gula pasir.

Prosedur

Persiapan sampel dilakukan pada seluruh sampel karbohidrat yang ditakar sebanyak satu sendok kecil lalu dilarutkan dalam ¾ botol film aquadest, diaduk hingga homogen. Uji Molish diawali dengan dimasukannya masing-masing 5ml sampel ke dalam tabung reaksi, pelarut Molish ditambahkan sebanyak 2 tetes setiap tabungnya. Tabung reaksi direndam dalam gelas piala yang diisi air kran. Tabung diletakkan dalam ruang asam dengan perlahan-lahan ditambahkan 3ml larutan H2SO4 pekat melalui dinding tabung. Perubahan warna pada batas larutan diamati dan dibandingkan dengan sampel lainnya.

Uji Benedict diawali dengan dimasukannya 0,5ml pereaksi Benedict dan ditambahkan sampel pada masing-masing tabung sebanyak 8 tetes. Semua sampel dididihkan selama 5 menit lalu didinginkan dalam suhu ruangan. Perubahan warna yang terjadi diamati dan diurutkan dari yang berwarna paling mendekati merah ke semakin biru.

Uji Iod diawali dengan persiapan seluruh sampel yang ditaruh pada spot plate dan ditetesi larutan iod encer sebanyak 1 tetes, dicampur hingga homogen. Perubahan warna yang terbentuk diamati dan dibandingkan perbedaanya dengan sampel lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

            Berdasarkan beberapa uji karbohidrat yang telah dilakukan pada beberapa sampel, didapatkan hasil sebagai berikut :

Sampel

Uji Iod

Uji Molish

Uji Benedict

Pati

++++

+++++

+++++

Tepung Beras

+++

++

Tepung Maizena

++

+

Tepung Ketan

+

++++++

Tepung Terigu

++++

Madu

+++++

++

Glukosa

++

++++

Permen Say

++++

Gula Aren

+++

+++

Sukrosa

++

Susu

+++++

+

Permen Green

++++

++++

Kacang Merah

++++

Gula Pasir

+

++

Fruktosa

++++

++++

 

 

Pembahasan

            Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton dengan rumus empirik (CH2O)n, dapat diubah menjadi aldehida dan keton dengan cara hidrolisis, disusun oleh dua sampai delapan monosakarida yang dirujuk sebagai oligosakarida. Karbohidrat digolongkan dalam 3 golongan yaitu, monosakarida, ologisakarida, serta polisakarida dan dalam masing-masing golongan terdapat berbagai macam jenis karbohidrat. Pengujian karbohidrat berfungsi untuk mendeteksi ada atau tidaknya kandungan karbohidrat maupun jenis karbohidrat apakah yang terkandung dalam bahan tersebut. Praktikum kali ini mengguji beberapa bahan dengan metode uji Molish, uji Benedict, serta uji Iod untuk memdeteksi kandungan karbohidrat dalam bahan tersebut.

Uji Molish menggunakan pereaksi molisch yang terdiri dari α-naftol dalam alkohol yang akan bereaksi dengan furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu yang disebabkan oleh daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat dan akan membentuk cincin berwarna ungu pada larutan glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa, maltosa, arabinosa, dan pati. Hasil pengujuan seluruh sampel hampir semuanya positif pada uji ini, atau dapat dikatakan mengandung karbohidrat kecuali permen Say. Kondisi ini mungkin terjadi karena warna permen Say yang berwarna merah menyebabkan kurang timbulnya atau kurang nyatanya warna cicin biru, dapat dinyatakan demikian karena pada uji Benedict didapatkan bahwa permen Say mengandung monosakarida. Terjadi perbedaan warna biru yang dhasilkan menjadi faktor kadar karbohidrat yang terkandung dalam bahan, namun adanya faktor larutan bahan yang tidak homogen menjadi salah satu sebab kurang telitinya hasil yang didapatkan.

Uji Benedict dengan penambahan pereaksi Benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kupri sulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat peraksi benedict bersifat basa lemah. Setia bahan yang terdeteksi mengandung karbohidrat dalam bentuk monosakarida maka setelah direaksikan akan terbentuk endapan berwarna merah bata di dasar tabungnya. Glukosa memiliki sifat dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ yang ada pada larutan Benedict sehingga menjadi Cu2O yang berbentuk endapan. Semakin menigkatnya konsentrasi glukosa pada uji Benedict ini, endapan yang terjadi makin banyak. Hal ini menandakan bahwa makin reduktif gula tersebut mereduksi larutan Benedict. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Hasil uji Benedict pada beberapa sampel dinyatakan negatif yaitu pada sampel, tepung beras, tepung maizena, tepung terigu, tepung ketan, sukrosa, dan kacang merah. Sedangkan untuk sampel lainnya dinyatakan positif karena terdapat endapan merah bata setelah diuji. Sukrosa bukan merupakan gula pereduksi karena sukrosa tidak mempunyai atom karbon hemiasetal dan hemiaketal. Sukrosa tidak memilliki atom karbon monomer bebas karena karbon anomer glukosa dan fruktosa berikatan satu dengan yang lain. Sukrosa juga mudah dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Karena itu ketika uji Benedict pada sukrosa tidak terdapat endapan merah bata. Urutan hasil yang paling banyak atau paling berwarna merah bata yaitu pati, glukosa, permen Say, permen Green Tea, fruktosa, gula aren, madu, gula pasir, dan susu.

Hasil uji Iod pada pati, tepung beras, tepung maizena, dan tepung ketan dinyatakan positif, namun pada tepung terigu negatif. Pati dalam suasana asam bila dipanaskan dapat terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana, hasilnya diuji dengan iodium yang akan memberikan warna biru. Indikator adanya kandungan pati atau amilum dapat ditunjukan dengan terbentuknya warna buru keunguan pada sampel. Tepung terigu seharusnya menunjukan hasil yang positif, kesalahan ini mungkin terjadi kerena ketidak homogennya larutan tepung terigu yang dijadikan sampel.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

            Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang banyak terdapat dalam bahan pangan maupun pakan. Jenis dan golongan karbohidrat yang beragam membuat kita harus mengetahui cara mendeteksi jenis apakah yang terkandung dalam bahan. Oleh karena itu, terdapat beberapa uji kandungn karbohidrat seperti uji Molish untuk mendeteksi kandungan karbohidrat secara umum, uji Benedict untuk mendeteksi kandungan monosakarida dalam bahan, serta uji Iod yang mendeteksi kandungan amilumpada bahan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bennion, M. 1980. “The Science of Food”. New York: John Willey and Sons.

Buckle, K.A.,et al. (1987). Kimia Pangan. Penerjemah : Hadipurnomo,A.,(1990).  UIPress. Jakarta.

Gaman. M. 1992. Ilmu Pangan, Penghantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi.         Edisi II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Harper, R.P., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Phisiologycal         Chemistry. Ed ke-17. California, Lange Medical. California.

Mcgilvery, R.W. dan G.W. Goldstein. 1996. Biokimia; Suatu Pendekatan  Fungsional. SUMARNO DSBK, T.M. (penterjemah). Penerbit Airlangga      University Press, Surabaya.

Mulyono. 2006. Kamus Kimia.Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia

Murray, Robert K. et. Al. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta : Penerbit Buku            Kedokteran EGC.

Poedjiadi. A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Universitas          Indonesia.

Sarwono, B. 2001. Lebah Madu. Jakarta: AgroMedia Pustaka

laporan ipn

Laporan Praktikum Ke-8                                Hari/Tanggal   : Kamis, 26 April 2012

Integrasi Proses Nutrisi                                   Tempat            : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten  : 1. Ibu Adriani

2. Febynia Mutiara Z.

3. Rika Zahera

4. Dwi Wahyu Nugraeni

5. Dea Justia Nurnana

 

 

 

 

TANIN

 

 

Hesti Anggrani

D14100056

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa

fenolik. Istilah tanin pertama sekali diaplikasikan pada tahun 1796 oleh Seguil. Tanin

terdiri dari sekelompok zat-zat kompleks terdapat secara meluas dalam dunia tumbuh-tumbuhan, antara lain terdapat pada bagian kulit kayu, batang, daun dan buah-buahan. Tanin adalah salah satu senyawa poliferol alami dan terdapat dalam konsentrasi tinggi pada beberapa jenis tumbuhan seperti akasia, eukaliptus, bakau, tusam, dan juga terdapat dalam beberapa hijauan pakan ternak. Jenis pohon yang berbeda akan menghasilkan struktur tanin yang berbeda pula (Ahmada dan Aryeti, 1993).

Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic acid  yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon. Tanin banyak terkandung dalam beberapa jenis tanaman terutama yang mengandung kandungan protein yang cukup tinggi, salah satunya yaitu hijauan pakan ternak atau lebih dikenal dengan legum. Pada tanaman tanin dapat berfungsi menjaga kandungan protein yang dikandungnya, namun hal ini dapat berdampak negatif pada ternak yang memakannya yaitu dapat menurunkan keernaan bahan kering dan protein sehinga dapat terjadi defisiensi protein pada ternak. Pemilihan jenis pakan ternak dan banyaknya kandungan tanin yang dikonsumsi pada hijauan yang mengandung tanin harus diperhatikan, sehingga ternak dapat terjamin akan kebutuhan protein yang diperlukan.

 

Tujuan

            Praktikum kali ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan tani dalam hijauan pakan ternak serta mengetahui senyawa yang mampu berikatan dengan tanin.

 

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Tanin

Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam.  Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Jayadi, 1991). Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysabletannins) (Hagerman et al., 1992).

 

Daun Gamal

            Gamal (Gliricidia sepium) merupakan jenis tanaman local yang digunakan sebagai pakan ternak, memiliki produktivitas yang tinggi dan tersebat di wilayah tropis. Tanaman Gamal mengandung zat flavonoida, tanin, poliphenol, saponin dan kumarin (Karti, 1998; Wahid, 2008). Hasil penelitian Wina dan Tangendjaja (2000) bahwa suplementasi saponin dan tannin dalam ransum mengurangi populasi protozoa dan dapat meningkatkan populasi bakteri pancerna serat kasar. Dengan demikian penurunan populasi protozoa dalam rumen akan diikuti dengan penurunan gas metan (CH4).

 

Daun Bunga Sepatu

Kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis L.) biasanya banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Kembangnya berukuran besar dan umumnya berwarna merah dan kuning. Pada umumnya, tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Batang tingginya ± 3m, bulat, berkayu, keras, diameter ± 9cm, masih muda berwarna ungu setelah tua putih kotor. Daun berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing (Anonim, 2009). Kembang sepatu dapat digunakan sebagi obat. Selain untuk pengobatan, kembang sepatu juga dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kandungan nutrisi dari kembang sepatu yaitu abu 88%, lemak 2.7 %,serat kasar 12%, BETN 50%, dan protein kasar 11.9% (Hyene, 1987). Daun, bunga, dan akar kembang sepatu mengandung flavonoida. Di samping itu daunnnya juga mengandung saponin dan polifenol, bunga mengandung saponin dan polifenol, akarnya juga mengandung tanin, saponin, skopoletin, cleomiscosin A, dan cleomiscosin C (Harborne,1996). Baik daun dan bunga dari kembang sepatu memiliki senyawa bioaktif saponin. Oleh sebab itu, menurut Sutardi (1977) kembang sepatu dapat dijadikan agensia defaunasi dari populasi protoza.

 

Daun Kaliandra

Komposisi kimiawi kaliandra mengandung protein berkisar 20%, terdapat tanin 8-11%, saponin, flavonoid dan glikosida dalam jumlah kecil yang tidak membehayakan ternak. Kaliandra dapat digunakan sebagai pengganti sebagian rumput yang diberikan. Pada sapi dapat menggantikan rumput maksimal 50%, sedangkan untuk domba sampai dengan 30%. Pemberian pada ternak sebaiknya dalam bentuk segar karena proses pengeringan akan menurunkan konsumsi dan kecernaanya, selain itu kandungan tanin dalam kaliandra segar kurang berbahaya untuk ternak. Kaliandra dapat diberikan saat sebelum atau sesudah pemberian pakan tambahan (Harborne,1996).

Daun Singkong

          Kandungan kimia pada umbi dan daun Manihot utilissima adalah saponin, selain itu daunnya juga mengandung flavonoid (Hutapea, 2000). Daun-daun ubi yang dimakan sebagai sayuran atau sebagai ramuan, merupakan sumber protein yang baik. Daun-daun itu pada gilirannya juga menyediakan vitamin dan mineral per 100 gram, yaitu: kalsium 144,0 mg , zat besi 2,8 mg , thiamin 0,16 mg, riboflavin 0,32 mg, beta-carotin 0,08 mg, niasin 1,8 mg, dan asam askorbin 82,0 mg. Daun singkong memiliki kadar protein cukup tinggi, sumber energi yang setara dengan karbohidrat, 4 kalori setiap gram protein. Daun ubi mengandung sekitar 17 % protein karena merupakan suatu tanaman sumber protein yang baik bagi kepentingan diet (Kartasapoetra, 1988). Daun mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, forfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi. Pada penelitian daun ubi kayu mengandung cuprofilin yang mampu menurunkan kolesterol, trigliserida, lipida serum darah secara nyata. Cuprofilin pada daun ubi kayu terdapat pada klorofilnya (Anonim, 2007).

Daun Lamtoro

Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14-19%, sedangakan kandungan serat kasar umumnya berfliktuasi dari 33 hingga 66%, dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35-44%. Daun lamtoro umumnya defisiensi asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C biasanya tinggi. Biji dan daun lamtoro mengandung glactomannan yang dapat membentuk ekstrasi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin mempunyai potensi sebagai bahan biomedical. ( Nahrowi,2008 ).

Teh

           Kandungan teh secara umum adalah kafein, tanin, dan minyak esensial. Unsur kafein memberikan rasa segar dan mendorong kerja jantung manusia, tidak berbahaya jika dikonsumsi tidak melebihi 300mg/hari. Unsur tanin adalah sumber energi yang berasal dari sari teh tersebut. Sedangkan minyak esensial memberikan rasa dan bau harum yang merupakan faktor-faktor pokok dalam menentukan nilai dalam setiap cangkir teh yang dijual atau diperdagangkan. Tanin memberikan cita rasa yang khas terhadap teh tersebut yaitu rasa yang sedikit sepat (Butler et al., 1992).

Pati

            Pati merupakan komoditas homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidaksama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom C-nya serta bentuk rantai molekulnya (lurus ataubercabang). Pati mempunyai struktur kimia yang unik, sehingga banyak digunakan untuk pembuatanproduk olahan baik pangan maupun non pangan. Sekitar 50% pati digunakan untuk bahan bakupembuatan sirup dan gula. Pati juga banyak digunakan untuk pembuatan pati etrmodifikasi maupun produk turunan lainnya (Bennion, 1980).

Pati merupakan campuran dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Didalam pati molekul amilosa terdiri dari 70-350 unit glukosa yang berikatan membentuk rantai lurus, sedangkan molekul amilopektin terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan struktur rantai bercabang. Sifat-sifat pati yaitu berwarna putih, berbentuk serbuk yang tidak larut dalam air dingin, tidak mempunyai rasa manis, hidrolisa pati dapat dilakukan oleh asam maupun enzim. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula mulai menggelembung. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu yang lebih tinggi granula pati mulai pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air disekelilingnya. Molekul pati yang berantai panjang mulai membuka dan tercampuran pati dengan air kemudian menjadi kental. Pada pendinginan, jika perbandingan pati da air cukup besar. Molekul air terkurung didalamnya sehingga berbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan gelatinisasi (Gaman, 1992).

Glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray R. K. et al., 2003). Glukosa juga disebut dekstrosa karena strukturnya sebagian besar berada dalam bentuk D- yakni D-glukosa. Glukosa merupakan monomer yang ditemukan di alam sebagai dimer sampai polimer. Karbohidrat yang dikonsumsi tubuh umumnya diubah menjadi glukosa dan mengalami sirkulasi dalam tubuh (dalam darah mengandung ± 0,08% sedangkan dalam urine 0,2% glukosa). Dalam perdagangan, glukosa dibuat dari hidrolisa amilum (Mulyono, 2006).

Sukrosa

Sukrosa merupakan suatu  yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa unit  dan  dengan rumus molekul C12H22O11 Senyawa ini dikenal sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti hewan Penambahan sukrosa dalam media berfungsi sebagai sumber karbon. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula. Unit glukosa dan fruktosa diikat oleh jembatan asetal oksigen dengan orientasi alpha. Struktur ini mudah dikenali karena mengandung enam cincin glukosa dan lima cincin fruktosa. Proses fermentasi sukrosa melibatkan mikroorganisme yang dapat memperoleh energi dari substrat sukrosa dengan melepaskan dan produk samping berupa senyawaan alkohol. Penggunaan yeast ini dalam proses fermentasi diduga merupakan proses tertua dalam bioteknologi dan sering disebut dengan Sukrosa (C12H22O11) ialah sejenis  iaitu  yang bersifat bukan penurun dan tidak menunjukkan fenomena  Hidrolisis sukrosa menghasilkan Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa bukan merupakan gula pereduksi karena sukrosa tidak mempunyai atom karbon hemiasetal dan hemiaketal. Sukrosa tidak memilliki atom karbon monomer bebas karena karbon anomer glukosa dan fruktosa berikatan satu dengan yang lain. Sukrosa juga mudah dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Sumber-sumber sukrosa yang terdapat di alam antara lain: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50%), dan jelly ( Almatsier, S. 2005).

 

Fruktosa

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis (McGilvery&Goldstein, 1996). Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dihidroksi benzene) dalam asam HCl. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu atau bit (McGilvery&Goldstein, 1996). D-fruktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed (gula pereduksi), membentuk osazon dengan fenilhidrazina yang identik dengan osazon glukosa, difermentasi oleh ragi dan berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff resorsinol-HCl (Harper et al, 1979).

Susu murni

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina. Susu mengandung banyak vitamin dan protein. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Kandungan protein, glukosa, lipida, garam mineral, dan vitamin dengan pH sekitar 6,80 menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dalam susu. Secara alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103 per ml jika diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat (Jay 1996). Berdasarkan SNI 01-6366-2000, batas cemaran mikroba dalam susu segar adalah Total Plate Count (TPC) < 3 x 104 cfu/ml, koliform < 1 x 101 cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x 101 cfu/ml, Escherichia coli negatif, Salmonella negatif, dan Streptococcus grup B negatif. Beberapa bakteri seperti Listeri  monocytogenes, Camphylobacter jejuni, E.coli, dan Salmonella sp. dilaporkan mengontaminasi susu dengan prevalensi kecil (Jayarao et al. 2006).

 

Susu Skim

Susu merupakan sumber kalsium dan sangat baik untuk di konsumsi terutama dalam masa pertumbuhan. Terdapat berbagai jenis susu, salah satunya yaitu susu skim. Susu skim merupakan susu yang kandungan lemaknya lebih sedikit dibandingkan dengan susu jenis lainnya yaitu, kurang dari 1% (Tri Margono, 1993).

Susu Kedele

        Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 % – 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering (Yuni Astuti, 2006).

Putih Telur

Putih telur segar dipandang sebagai sistem protein yang terdiri dari serat ovomucin di dalam larutan aquaeus yang banyak mengandung protein (Feeney, 1964). Ovomucin, dengan kandungan karbohidrat sekitar 10%, merupakan protein yang paling umum ditemukan di lapisan tengah albumen. Ovomucin hanya dapat larut dalam larutan alkali (Powrie, 1981).

Albumen atau lazimnya disebut putih telur merupakan protein globular yang tidak rapat atau tersusun dalam aturan tertentu. Molekul air mudah menerobos ke ruang-ruang kosong dalam molekul protein. Protein globular dapat terdispersi dengan baik dalam air atau larutan garam, membentuk koloid, serta terpengaruh oleh asam, alkali dan panas (Gaman dan Sherrington, 1992). Rasyaf (1985) menyatakan terdapat lima jenis protein dalam putih telur yakni ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokoalbumin, dan ovoglobulin.

Kandungan protein putih telur ayam 12% protein (Buckle et al., 1987), bebek 11%, sedangkan puyuh 10,3 % secara keseluruhan bersama kuning telurnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981 dalam Sarwono, 1994). Menurut Stadelman dan Cotteriil, dalam Ratnasari, 2007) Putih telur terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan encer bagian luar (23,3%) lapisan kental (57,3%) lapisan encer dalam (16,8%) dan kalaza (2,7%).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MATERI METODE

Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum tanin yaitu tabung reaksi, mortar, timbangan digital, botol film, kompor, corong, kapas, gelas piala, botol selai, rak tabung reaksi dan spoit 1 ml. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu berupa hijuan pakan ternak yang terdiri dari lamtoro, kaliandra, dan gamal, daun singkong, kembang sepatu, serta teh. Beberapa sumber protein yaitu telur ayam ras, susu full cream, sari kedelai, dan beberapa larutan (FeCl3, NaOH 1 N,  glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, pati 1%, carboxymethylcellulose 1%, xylosa 1%, CuSO4, dan FeSO4.

Prosedur

  1. Persiapan Sampel

Semua bahan hijauan digerus dengan menggunakan pestel dan mortar. Setiap sampel dimasukkan kedalam gelas selai sebanyak 4gr, lalu ditambahkan dengan air panas 200ml. Sampel didinginkan 5 menit lalu disaring dengan bantuan corong dan kapas.

  1. Uji Tanin

Filtrat dimasukkan sebanyak 5ml dari masing-masing sampel ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1ml larutan FeCl3, jikadijasilkan warna hijau maka diindikasikan mengandung tanin.

  1. Uji Kuinon

Filtrat dimasukkan sebanyak 5ml dari masing-masing sampel ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan dengan larutan NaOH 1N. Bila dihasikan warna merah maka diindikasikan mengandung kuinon.

  1. Uji Pengikatan dan Pengendapan
  2. Ikatan tannin dengan protein susu

Sebanyak 5 ml masing-masing filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml susu sapi, perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.

  1. Ikatan tannin dengan karbohidrat

Sebanyak 5 ml masing-masing filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan larutan glukosa 1% sebanyak 1 ml. perubahan diamati dan dicatat.

 

  1. Ikatan tannin dengan mineral

Sebanyak 5 ml masing-masing filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diteeskan dengan larutan CuSO4 1% sebanyak 1-2 tetes. Perubahan yang terjadi diamati lalu dicatat hasilnya. Prosedur yang sama dilakukan dengan mengganti larutan CuSO4 diganti dengan larutan KCl 1%. Perubahan diamati dan dicatat hasilnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Hasil

Berikut ini merupakan hasil uji keberadaan kandungan tanin dalam sampel serta senyawa yang mampu berikatan dengan protein:

Tabel 1. Uji Tanin Dan Kuinon

Sampel

Tanin

Kuinon

Kaliandra

++++

Daun kembang sepatu

Lamtoro

Singkong

+

Gamal

++

Teh

+++++

+

Keterangan :    –           : Tidak ada endapan

+          : Sedikit endapan

++        : Ada endapan

++++    : Banyak endapan

+++++  :

 

Tanin merupakan senyawa yang berfungsi dalam menjaga kandungan protein dalam tumbuhan, kandungan tanin berbeda-beda setiap jenisnya.

Tabel 2. Ikatan Tanin Dengan Protein

Sampel

Telur

Skim

Murni

Kedele

Kaliandra

+++++

+

+++

+++

Daun kembang sepatu

+++

++

+++

+++

Lamtoro

++

+

++

++

Singkong

+

+

++

++

Gamal

+

+

+++

+

Teh

+

++

++++

++

 

 

 

Berikut ini merupakan uji ikatan tanin dengan beberapa sampel karbohidrat:

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Ikatan Tanin dengan Karbohidrat

Larutan

Sampel

Kaliandra

Daun Kembang sepatu

Lamtoro Singkong Gamal Teh
Fruktosa

Sukrosa

Glukosa

CMC

Xylosa

Keterangan :    –           : Tidak ada endapan

 

Berikut ini merupakan uji ikatan tanin dengan beberapa sampel mineral:

Tabel 4. Ikatan Tanin Dengan Mineral

Sampel

CuSO4

KCl

Kaliandra

Daun kembang sepatu

Lamtoro

Singkong

Gamal

Teh

Keterangan :    –           : Tidak ada endapan

 

Pembahasan

Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin tergolong senyawa polifenol dengan karakteristiknya yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon(Waghorn & McNabb, 2003; Westendarp,2006).

Hasil uji kandungan tanin serta kuinon pada sampel hijauan yang digunakan menunjukan bahwa teh dan daun kaliandra mengandung kandungan tanin yang paling tinggi, pada daun bungga sepatu tidak ditemukannya kandungan tanin, karena kandungan tanin dalam pohon bungga sepatu terdapat dalam akarnya sedangkan dalam daunnya tidak ditemukan kandungan tanin. Sedangkan pada lamtoro juga tidak ditemukannya kandungan tanin, karena dalam lamtoro mengandung mimosin. Indikator terkandungnya tanin dalam sampel yaitu terdapatnya endapan yang berwarna kehijauan.

Hasil uji ikatan tanin dengan protein yaitu menunjukan adanya ikatan antara semua sampel dengan sumber protein yang diujikan, karena tanin merupakan senyawa yang dapat berikatan komples dengan protein yang bertujuan mempertahankan kandungan protein yang dikandung dalam tumbuhan. Sehingga dalam uji ikatan dengan protein didapatkan hasil positif pada semua bahan meskipun tidaksemua sampel mengandung tanin. Adanya kandungan polephenol dalam daun bungga sepatu membuat adanya kemungkinan berikatan dengan protein.

Hasil uji ikatan dengan mineral dan karbohidtar dinyakatak secara keselutuhan negatif. Indikator terbentuknya endapan tidak ditemukan pada semua sampel. Setiap sampel pada umumnya memiliki kemampuan untuk berikatan dengan karbohidrat dan mineral, namun daya ikat yang dimiliki tidak sebesar daya ikat tanin pada protein.

Fungsi tanin dalam tamanan adalah untuk mempertahankan diri dari serangan serangga, predator burung, hewan ruminansia, melindungi kecambah setelah panen, serta melindungi diri dari jamur dan cuaca. Dampak negatif bagi ternak yang memakannya yaitu dikarenakan adanya kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Tanin dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas enzim (Smith et al., 2005). Tanin juga dapat berinteraksi dengan protein yang berasal dari pakan dan menurunkan ketersediaannya bagi mikroorganisme rumen (Tanner et al., 1994). Menurut Hagerman dan Robins (1993), mamalia yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan tanin yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya tingkat kecernaan bahan kering dan protein, mengurangi berat badan, serta menghambat reproduksi. Efek negatif itu terjadi karena tanin akan membentuk ikatan kompleks yang tidak larut dalam air, menyebabkan kekeruhan, pengendapan serta menghambat aktifitas enzim (Swain, 1965).

Namun, keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini disebabkan protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Kompleks ikatan tanin-protein kemudian dapat lepas pada pH rendah di abomasum dan protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam amino yang dikandungnya tersedia bagi ternak. Hal ini menjadikan tanin sebagai salah satu senyawa untuk memanipulasi tingkat degradasi protein dalam rumen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

            Proses analisa kandungan tann dalam hijauan pakan ternak sangatlah diperlukan untuk mengkuantifikasi keberadaan dan aktivitas tanin pada hijauan pakan ternak serta pengaruhnya terhadap ternak ruminansia. Kandungan tanin yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kecernaan protein yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Metode sederhana dalam memdeteksi kandungan tanin yaitu dengan uji tani dan kuinon. Kandungan tanin yang paling tinggi dalam sampel yaitu daun kaliandra dan teh. Tanin dapat membentuk ikatan kompleks dengan protein, tetapi ikatan dengan karbohidrat dan mineral tidak sekompleks ikatannya dengan protein, karena fungsi utama tanin dalam tanaman yaitu menjaga kandungan protein dari kerusakan, pembusukan, serta gangguan dari serangga, predator, serta hewan ruminan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Amadi S S dan Aryeti., 1993. Keragaan Tanin Acacia mangium Dibandingkan Tanin         Mimosa sebagai Perekat Kayu Lapis. Jurusan Kimia Fakultas Matematika      dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hal. 2.

Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. 2007. Tanaman tropis Indonesia. Kompas 2007. [26 April 2012]

Bennion, M. 1980. “The Science of Food”. New York: John Willey and Sons.

Buckle, K.A.,et al. (1987). Kimia Pangan. Penerjemah : Hadipurnomo,A.,(1990).  UIPress. Jakarta.

Butler, L.G. and J.C. Rogler. 1992. Ciochemical mechanism of antinutritional effects        of tannins. Phenolic compounds in food and their effects on health I.      American Chemical Society. Washington DC.

Feeney, R. E., R. B. Silva dan L. R. Mac Donnell. 1964. Chemistry of shell egg     deterioration: The deteration of separated components, J. Poultry Sci. 30:      645-660.

Gaman, P.M and K.M Sherrington. 1990. The Science of Food. 3th Ed. Pergamon            Press. Oxford, New York.

Harper, R.P., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Phisiologycal         Chemistry. Ed ke-17. California, Lange Medical. California.

Hagerman, A.E. 1992. Tannin-protein interaction. Phenolic eompounds in food and           their effects on health I. American Chemical Society. Washington DC.

Harborne. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan.          Terbitan Kedua. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro.Bandung : ITB

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 2. Yay. Sarana Wana Jaya,      Jakarta. Hal. 885-887 (sebagai Leucaena glauca Benth.)

Jayadi, S. 199 1. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Jayarao, B.M., S.C. Donaldson, B.A. Straley, A.A. Sawant, N.V. Hegde, and J.L. Brown. 2006. A survey of foodborne pathogens in bulk tank milk and raw        milk consumption among farm families in Pennsylvania. J. Dairy Sci. (89):          2451−2458.

Kartasapoetra. 1998. The effect of tannin degrading bacterial inoculation on the                                  performance calliandra (Calliandra calothyrsus) fed goats. Bulletin of                                             Animal Science. Suplement edition.

Mcgilvery, R.W. dan G.W. Goldstein. 1996. Biokimia; Suatu Pendekatan  Fungsional. SUMARNO DSBK, T.M. (penterjemah). Penerbit Airlangga      University Press, Surabaya.

Mulyono. 2006. Kamus Kimia.Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia

Murray, Robert K. et. Al. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta : Penerbit Buku            Kedokteran EGC.

Nahrowi.2008. Pengetahuan Bahan Pakan. Nutri Sejahtra Press. Bogor.

Rasyaf, M. 1985. Pengelolaan Produksi Telur. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Sarwono, B. 2001. Lebah Madu. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Smith, A.H., E. Zoetendal, & R.I. Mackie. 2005.Bacterial mechanisms to overcome           inhibitoryeffects of dietary tannins. Microb. Ecol. 50 :197-205.

Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi Badan Khusus Peternakan Sapi Perah. Kayu            Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan: Lembang.

Tangenjaja, B. E. dan Wina. 2000. Daun Legum untuk Komponen Ransum Unggas.          Majalah Warta, Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 22. No 4  (2000). P4-5.

Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat            Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss            Development Cooperation, 1993.

Waghorn, G.C. & W.C. McNabb. 2003.Consequences of plant phenolic compoundsfor            productivity and health of ruminants.Proc. Nutr. Soc. 62 : 383-392.

Westendarp, H. 2006. Effects of tannins in animalnutrition. Dtsch. Tierarztl. Wochenschr.  113:264-268

Yuni Astuti, 2006. Penggunaan Susu Skim. Fakultas Peternakan Universitas Jendral                                  Soedirman, Purwokerto.

laporan ipn

Laporan Praktikum Ke : 3                   Hari/Tanggal : 8 Maret 2012

Integrasi Proses Nutrisi                       Tempat Praktikum : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten  :1. Ibu Adriani

2. Febynia Mutiara Zainatha

3. Rika Zahera

4. Dwi Wahyu Nugraeni

5. Dea Justia Nurnana

AKTIVITAS ENZIM

Hesti Anggrani

D14100056

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

2012

Pendahuluan

Latar Belakang

            Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urease hanya bekerja terhadap urea sebagai substratnya. Tetapi, ada juga enzim yang bekera terhadap lebih dari satu substrat, namun enzim tersebut tetap mempunyai kekhasan tertentu.

Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi, enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik)(Ana Poedjiadi, 2005).

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu; pH dan keasaman; konsentrasi substrat, enzim, dan kofaktor; inhibitor enzim; serta toksik enzim. Karena enzim adalah protein, maka enzim dalam pakan yang rentan terdenaturasi atau rusak oleh enzim pencernaan atau sesuatu yang dapat mengubah struktur enzim terutama suhu panas. Umumnya enzim mengalami denaturasi pada suhu diatas 50oC. Walaupun demikian ada beberapa enzim yang tahan terhadap suhu tinggi, misalnya taka-diastase dan tripsin. Enzim urease merupakan enzim yang menguraikan urea menjadi ammonia dan karbondioksida. Peran utama urease adalah menyediakan energi internal dan eksternal bagi organisme untuk menggunakan urea atau hidroksiurea sebagai sumber nitrogen. Faktor yang mempengaruhi aktivitas urease adalah konsentrasi, suhu, dan pH. Aktivitas urease meningkat sebanding dengan peningkatan suhu.

Tujuan

            Tujuan praktikum kali ini yaitu agar praktikan mengetahui pengaruh suhu dan lama perlakuan suhu terhadap aktivitas enzim urease dalam katalisis reaksi kimia.

Tinjauan Pustaka

Enzim

            Enzim merupakan katalis hayati yaitu senyawa organik yang dihasilkan oleh sel-sel hidup (Pelezar dan Chan, 1986 ), terdiri dari satu atau beberapa gugus polieptida (protein). Enzim dapat diproduksi dengan cara mengekstraksi komponen tanaman, hewan, mikroorganisme (Darwis dan Sukara, 1989). Tanpa enzim suatu reaksi selular akan berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin tidak terjadi reaksi.enzim bersifat sangat spesifik dalam mengkatalis reaksi, sehingga meskipun jumlah enzim ribuan di dalam sel dan substrat pun sangat banyak, tidak akan terjadi kekeliruan (Suhahib, 1992).

Kacang Kedelai

Kacang kedelai mengandung protein 37,7 gr ; kalsium 245,5 mg ; fosfor 632,4 mg; besi 8,6 mg ; dan vitamin B1 1,2 mg lebih tinggi dibandingkan dengan kacang tanah, kacang merah, dan kacang hijau. Menurut Somaatmadja (1964) protein kedelai mempunyai sifat khusus yaitu mampu mengikat air, memiliki daya emulsi, pembentuk gel, pembentuk lapisan film, pembentuk adonan, dan pengental.

Kacang kedelai mempunyai rasa langu karena keberadaan enzim lipoksigenase. Enzim ini umumnya terdapat pada bagian lembaga pada kacang-kacangan. Kacang kedelai mempunyai aktivitas enzim lipoksigenase paling aktif daripada kacang tanah, kacang hijau dan kacang merah (Ketaren, 1986). Enzim lipoksigenase mengkatalisa oksida asam lemak tidak jenuh sehingga menjadi tengik dan tidak stabil selama penyimpanan. Kacang kedelai mengandung asam lemak tidak jenuh sebesar 85% (Somaatmadja, 1964). Pembentukan bau terjadi akibat aktivitas enzimatik dari lipoksigenase (Wolf, 1975).

Kacang Tanah

Kacang tanah memiliki kandungan lemak 44,6 gr dan kalori 595 kkal lebih tinggi daripada kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang merah (Woodrof, 1983).

Menurut Woodrof (1983), pengolahan kacang tanah dengan panas akan memperbaiki aroma, flavour dan tekstur kacang, tetapi akan menurunkan daya tahan komponen minyak karena rusaknya antioksidan alami. Sebagian besar ketengikan yang terjadi pada kacang tanah ini terutama disebabkan minyak yang dikandungnya. Pengeluaran sebagian atau seluruh minyak akan membuat kacang tanah lebih tahan.

Kacang Hijau

Kacang hijau mempunyai komposisi zat gizi per 100 gram bahan mentah : energi (323 kal), air (15,5 gr), protein (22,99%), lemak (1,5 gr), karbohidrat (56,80 gram), serat (7,5 gram), abu (3,3 gram), kalsium (223 gram), fosfor (319 gram), besi (7,5 mg), vitamin B1 (0,46 mg), vitamin C ( 10 mg), karoten total (223 mkg) (Slamet dan Tarwotjo, 1980).

Protein kacang hijau mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan manusia. Kekurangan pada kacang hijau adalah terletak pada kandungan metionin dan sistin, tetapi mempunyai kandungan leusin, lisin, isoleosin, dan trptophan yang cukup tinggi (Patty, Jacob Richard. 1994)

Urea

Salah satu sumber nitrogen non-protein (NPN) yang umum digunakan adalah urea. Urea dibuat dengan jalan mereaksikan ammonia dan karbondioksida (Fardiaz, 1992). Urea merupakan sumber amoniak dari senyawa spesifik, kandungan urea yang tinggi akan dirombak menjadi basa menguap oleh aktivitas bakteri. Tingginya kandungan urea akan membentuk sejumlah besar amoniak yang mempengaruhi kenormalan kandungan total volatile basa.Selama penyimpanan, jumlah amoniak yang terbentuk relatif tidak dipengaruhi oleh suhu (Simidu, 1961).

Urease

Ureases disebut juga urea amidohidrolases. Ureases merupakan enzim yang mengkatalis hidrolisis dari urea menjadi karbon dioksida dan ammonia :

(NH2)2CO+H2O→CO2+2NH3
Urea + Water –urease–> Ammonium Carbonate

Ureases adalah sebuah protein yang ditemukan dalam bakteri, kapang, dan beberapa tanaman tingkat tinggi. Karakteristiknya yaitu pH optimum 7,4 suhu optimum 64 celcius dengan spesifikasi enzimatis : urea dan hidroksi urea. Beberapa tanaman memanfaatkan ureases untuk keperluan yang sama. Ureases ditemukan dalam jumlah yang besar pada jack bean, kacang kedelai dan beberapa biji tanaman lainnya. Ureases juga terdapat pada beberapa jaringan binatang dan pencernaan mikroorganisme. Ureases penting dalam sejarah enzimologi sebagai enzim pertama yang dimurnikan dan dikristalakan (Sumner, 1926).

Materi Metode

Materi

Praktikum kali ini menggunakan berbagai alat yaitu, wadah plastik, termometer, penangas air, lemari es, timbangan analitik kasar, spoit 1ml, dan tabung reaksi. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu berupa urea, cairan rumen, kedele, tepung kedele, kacang hijau, dan kacang tanah.

Prosedur

Bahan diperlakukan dalam lima perlakuan suhu, yaitu pada suhu 0, 4, 25, 50, dan 75ºC. Bahan diamati perubahannya yaitu pada 0, 5, 10, dan 15 menit. Pertama, masing-masing tepung kacang ditimbang sebesar 1gr. Bahan tersebut dimasukan kedalam wadah plastik untuk perlakuan dibawah suhu 50ºC, sedangkan untuk perlakuan diatas 50ºC menggunakan tabung reaksi. Berikan perlakuan suhu selama 15menit. Larutan urea 2% dipipetkan sebanyak 2ml ke masing-masing wadah.  Wadah ditutup dan dibiarka selama 15 menitdengan pemeriksaan setiap 5menit.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Berdasarkan pengujian aktivitas enzim yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Rumen

Waktu

0

5

10

15

Bahan

Rumen

Tabel 2. Bahan-Bahan Pada Suhu Ruang

Waktu

0

5

10

15

Bahan
  1. Kacang Kedelai

+

++

+++

  1. Tepung Kedelai

+++

+

++

  1. Kacang Hijau

  1. Kacang Tanah

Tabel 3. Pengaruh Suhu Terhadap Enzim

Tepung Kedelai

Kedelai

Waktu

0

5

10

15

0

5

10

15

Suhu (°C)

0

+

++

4

+

++

25

+++

+++

+++

+

++

+++

50

+

++

75

Keterangan :

+          :           sedikit pesing              +++     :           sangat pesing

++        :           pesing                          –           :           tidak berbau

Pembahasan

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim urease adalah enzim yang berfungsi mengoksidasi asam urat menjadi allotonim yang mudah larut sdehingga terdapat asam urat di dalam tubuh. Enzim amilase digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul rendah yaitu glukosa. Ureases disebut juga urea aminohidrolases. Ureasae merupakan enzim yang mengkatalis hidrolisis dari urea menjadi karbon dioksida dan ammonia. Prinsip kerja urea:

NH2 C=O +2H2O 2CO2 + 4NH3NH2Urea+air-urease ->Ammonium carbonate

(sumner,1926). Dalam percobaan ini menggunakan enzim berupa ekstrak kacang kedelai dan substrat yaitu larutan urea. Peran utama urease adalah menyediakan energi internal dan eksternal bagi organisme untuk menggunakan urea atau hidroksiurea sebagai sumber nitrogen. Karakteristik enzim urease yaitu pH optimum 7,4 suhu optimum 640C dengan spesifikasi enzimatis urea dan hidroksi urea. Bau ammonia menjadi indikator adanya aktivitas enzim urease dalam percobaan aktivitas enzim.

Pengamatan kali ini mengunakan bahan yang salah satunya yaitu kacang kedelai. Kacang kedelai mempunyai rasa langu, hal ini disebabkan karena adanya kandungan enzim lipoksigenase pada kacang kedelai. Enzim ini umumnya terdapat pada bagian lembaga pada kacang–kacangan. Enzim lipoksigenase mengkatalis oksidasi asam lemak tak jenuh sehingga menjadi tengik dan tidak stabil selama penyimpanan. Kacang kedelai mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh sebesar 85%.

Reaksi tercepat terjadi pada tepung kacang kedelai dengan perlakuan suhu 25⁰C yang sudah mengalami reaksi di 5 menit pertama,yaitu ditandai dengan dihasilkannya bau pesing. Kacang kedelai dengan perlakuan suhu ruang (25⁰C) sudah mulai mengalami reaksi dengan indikator berupa bau, namun masih belum terlalu menyengat. Dari data yang didapatkan, terlihat pada kacang maupun tepung kacang kedelai merupakan bahan yang paling cepat mengalami reaksi dengan perlakuan suhu 25⁰C enzim urease dapat bekerja secara optimal. Bahan yang mengalami reaksi yaitu tepung kedelai dan kacang kedelai, namun pada kacang kedelai hanya terjadi di perlakuan 25⁰C. Sedangkan tepung kedelai mengalami reaksi kecuali pada perlakuan 75⁰C. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kisaran suhu denaturasi enzim urease yaitu pada suhu 75⁰C, karena pada perlakun inilah tepung kedelai tidak mengalami perubahan bau.

Tepung kacang kedelai mengalami reaksi optimal pada suhu 25⁰C di menit ke 5, hal ini terjadi karena kandungan enzim lipoksigenase berada di area lembaga kacang kedelai yang telah terpecah sehingga memudahkan enzim urease bekerja optimal. Sedangkan pada kacang kedelai suhu optimalnya yaitu 25⁰C pada menit ke 15 karena perlu adanya pemecahan enzim lipoksigenase terlebih dahulu. Suhu denaturasi dari enzim urease yaitu kisaran 75⁰C, hal ini dikarenakan pada perlakun 75⁰C tepung kedelai sudah tidak mengalami reaksi. Bila suhu tabung dalam keadaan normal (suhu kamar), maka kerja enzim pun optimal. Jika suhu dalam keadaan tinggi maka akan terjadi denaturasi pada struktur enzim, karena struktur protein dalam enzim menentukan aktivitas enzim jika struktur ini terganggu maka aktivitas enzim pun akan tarhambat atau tidak optimal. Selain itu juga terdapat ekstrak kedelai yang merupakan zat anti enzim dimana terdapat suatu globulin dengan berat molekul besar yang dapat perikatan dengan tripsin, sehingga menjadi suatu kompleks yang tidak mempunyai kekuatan sebagai enzim.

Kesimpulan

Enzim urease yang bereaksi terhadap enzim lipoksigenase memilikisuhu optimal pada suhu 25ºC dan akan mengalami denaturasi pada suhu 75ºC.  Kerja enzim dapat dipengaruhi oleh waktu dan suhu. Semakin lama waktu penyimpanan maka akan semakin meningkat kerja enzim tersebut, sedangkan enzim akan optimal pada suhu ruang dan akan terdenaturasi pada suhu tinggi. Jenis substrat yang berbeda akan menghasilkan bau amoniak yang berbeda pula, hal ini terkait dengan banyaknya urea yang terkandung dalam substrat tersebut.

Daftar Pustaka

Ketaren, K.S. 1998. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Utama, Jakarta.

Patty, Jacob Richard. 1994. Tanggap Tiga Varietas Kacang Hijau terhadap             Perubahan Kandungan Air Tanah. Tesis. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Shahib, M.N. 1992. Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Somaatmadja. 1964. Kedelai. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

Sumner, J.B. 1926. Urease. http://www.britannica.com/eb/article     9074458/urease#74436.hook

Wolf, W.J. 1975. Lipoxygenase and Flavour of Soybean Protein Product. J. Agr.   Food Chem 23:136-139.

Woodrof, J.G. 1983. Peanut. The AVI Publishing Company, Inc., Connecticut.

LAPORAN IPN SAPONIN

Laporan Praktikum Ke : 5                   Hari/Tanggal               : 22 Maret 2012

Integrasi Proses Nutrisi                       Tempat Praktikum       : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten              : Dea Justia Nurjana

 

 

SAPONIN

Hesti Anggrani

D14100056

 

 

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

2012

PENDAHULUAN

Latar belakang

   Saponin merupakan salah satu zat anti nutrisi yang terdapat terkandung dalam biji-bijian dan forage feed : contoh alfalfa, sunflawer, soybean, peanut. Efek dari mengkonsumsi pakan yang mengandung saponin yaitu Menurunkan konsumsi ransum karena  rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan, menurunkan pertumbuhan, berperan dalam absorpsi kholesterol, asam lemak dan vitamin larut lemak. Namun, saponin memiliki kelebhan berupa agen defaunasi yaitu adalah pengurangan jumlah populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (parsial) dengan tujuan untuk mengoptimalkan tingkat kecernaan serat kasar pakan. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa dalam rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat predator bagi mikroba lain terutama bakteri dan jamur (Prihandono, 2001). Populasi protozoa dalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml cairan rumen. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 2001).

Keberadaan protozoa yang melebihi populasi normal cenderung merugikan, sehingga perlu adanya usaha untuk mengendalikan populasi protozoa dalam rumen. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pengendalian populasi protozoa dalam rumen adalah dengan menambahkan agen defaunasi pada ransum ternak.

 

Tujuan

Tujuan praktikum kali ini yaitu praktikan dapat mendeteksi keberadaan saponin dalam hijauan pakan ternak dengan menggunakan pelarut air, mengetahui kestabilan busa saponin di dalam larutan saliva buatan, serta mengetahui pengaruh penggunaan saponin terhadap populasi protozoa rumen.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Saponin

            Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak atau karena rasanya yang manis. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum adalah asam glukoronat (Harborne, 1996).

Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi (Prihatman, 2001).Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai agen defaunasi dalam manipulasi prosesfermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan (Wiseman and Cole,1990).

 

Cairan Rumen

Menurut Sutardi (1977), adanya mikroba yaitu bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan makanan yang berkadar serat kasar tinggi. Yokoyama dan Johnson (1988) menyatakan bahwa protozoa dan bakteri dalam rumen akan bersaing dalam menggunakan beberapa bahan makanan, protozoa akan menggunakan bakteri sebagai sumber  protein untuk kehidupannya sehingga jumlah bakteri dalam rumen akan berkurang sampai setengahatau lebih. Protozoa meliputi hampir 50% dari biomassa mikroba dalam rumen. Keberadaan protozoa dalam rumen cukup penting, tetapi tidak mutlak. Populasi protozoa yang tidak terkontrol akan menekan bakteri. Penelanan bakteri oleh protozoa akan mengurangi biomassa bakteri yang bebasdalam cairan rumen sekitar 50–90%, dapat menurunkan kecepatan kolonisasi bakteri pencerna partikel makanan (Hungate, 1966).

 

Daun Singkong

            Kandungan kimia pada umbi dan daun Manihot utilissima adalah saponin, selain itu daunnya juga mengandung flavonoid (Hutapea, 2000).

 

Daun Gamal

            Gamal (Gliricidia sepium) merupakan jenis tanaman local yang digunakan sebagai pakan ternak, memiliki produktivitas yang tinggi dan tersebat di wilayah tropis. Tanaman Gamal mengandung zat flavonoida, tanin, poliphenol, saponin dan kumarin (Karti, 1998; Wahid, 2008). Hasil penelitian Wina dan Tangendjaja (2000) bahwa suplementasi saponin dan tannin dalam ransum mengurangi populasi protozoa dan dapat meningkatkan populasi bakteri pancerna serat kasar. Dengan demikian penurunan populasi protozoa dalam rumen akan diikuti dengan penurunan gas metan (CH4).

 

Bunga Sepatu

Kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis L.) biasanya banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Kembangnya berukuran besar dan umumnya berwarna merah dan kuning. Pada umumnya, tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Batang tingginya ± 3m, bulat, berkayu, keras,diameter ± 9cm, masih muda berwarna ungu setelah tua putih kotor. Daun berbentuk bulat telur yanglebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing (Anonim, 2009). Kembang sepatu dapat digunakan sebagi obat. Selain untuk pengobatan, kembang sepatu juga dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kandungan nutrisi dari kembang sepatu yaitu abu 88%, lemak 2.7 %,serat kasar 12%, BETN 50%, dan protein kasar 11.9% (Hyene, 1987). Daun, bunga, dan akar kembang sepatu mengandung flavonoida. Di samping itu daunnnya juga mengandung saponin dan polifenol, bunga mengandung saponin dan polifenol, akarnya juga mengandung tanin, saponin, skopoletin, cleomiscosin A, dan cleomiscosin C (Harborne,1996). Baik daun dan bunga dari kembangsepatu memiliki senyawa bioaktif saponin. Oleh sebab itu, menurut Sutardi (1977) kembang sepatudapat dijadikan agensia defaunasi dari populasi protoza.

 

Daun Kaliandra

Komposisi kimiawi kaliandra mengandung protein berkisar 20%, terdapat tanin 8-11%, saponin, flavonoid dan glikosida dalam jumlah kecil yang tidak membehayakan ternak. Kaliandra dapat digunakan sebagai pengganti sebagian rumput yang diberikan. Pada sapi dapat menggantikan rumput maksimal 50%, sedangkan untuk domba sampai dengan 30%. Pemberian pada ternak sebaiknya dalam bentuk segar karena proses pengeringan akan menurunkan konsumsi dan kecernaanya, selain itu kandungan tanin dalam kaliandra segar kurang berbahaya untuk ternak. Kaliandra dapat diberikan saat sebelum atau sesudah pemberian pakan tambahan (Harborne,1996).

Daun Lamtoro

Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14-19%, sedangakan kandungan serat kasar umumnya berfliktuasi dari 33 hingga 66%, dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35-44%. Daun lamtoro umumnya defisiensi asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C biasanya tinggi. Biji dan daun lamtoro mengandung glactomannan yang dapat membentuk ekstrasi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin mempunyai potensi sebagai bahan biomedical. ( Nahrowi,2008 ).

 

MATERI DAN METODE

Materi

Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah mortar, pestel, corong, kapas, botol selai, tabung reaksi atau tabung Hungate, rak tabung reaksi, pipet mohr, bulb, timbangan kasar, obyek glass, spoit, mikroskop, shaker waterbath, dan alat-alat lain. yang dibutuhkan. Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan TBFS, saliva buatan, larutan mineral, daun kaliandra, daun dan bunga kembang sepatu, daun gamal, daun lamtoro, daun singkong, sabun cair, dan gas CO2.

 

Metode

Langkah awal yang dilakukan adalah mempersiapkan sampel daun. Pertama setiap bahan dedaunan digerus dengan pestel dan mortar. Kemudian 2 g sampel hasil gerusan dimasukan ke dalam botol selai dan dicampur dengan 100 ml air panas. Campuran tersebut didinginkan dalam suhu ruang dan disaring menggunakan corong dan kapas. Filtrat diambil dan ampas dibuang. Perlakuan yang sama dilakukan kembali namun air panas diganti dengan air dingin/larutan TDFN.

Selanjutnya dilakukan persiapan sampel sabun dengan menimbang 1 g sabun colek atau sabun dan melarutkannya  dengan aquadest hingga volume 100 ml. Berikutnya 5 ml filtrat yang telah siap dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditutup. Setelah itu tabung reaksi dikocok selama 10 detik dan dibiarkan 10 menit. Busa/buih yang ada merupakan indikator adanya saponin. Busa yang muncul diukur ketinggiannya. Prosedur yang sama juga dilakukan tehadap campuran yang menggunakan air dingin/larutan TDFN.

Uji kestabilan busa dilakukan dengan memasukkan 5 ml filtrat ke dalam tabung  reaksi dan menambahkan 5 ml larutan saliva buatan. Setelah itu tabung reaksi dikocok selama 10 detik dan dibiarkan 10 menit. Busa yang muncul diukur ketinggiannya. Prosedur yang sama juga dilakukan dengan cairan rumen, sampel hijauan, dan sampel sabun. Perbedaan antar sampel larutan diamati.

Uji pengaruh saponin terhadap populasi protozoa diawali dengan menyiapkan tabung Hungate yang diisikan 1 ml filtrat hijauan pakan. Selanjutnya 8 ml cairan rumen ditambahkan ke dalam tabung Hungate dan tabung tersebut langsung dialiri CO2 selama 30 detik. Setelah itu tabung dimasukkan ke dalam shaker waterbath selama 10 menit. Setelah 10 menit cairan dalam tabung Hungate diambil menggunakan spoit dan diletakkan di atas obyek glass. Obyek glass kemudian diamati dengan mikroskop paada pembesaran 100 kali. Prosedur yang sama dilakukan dengan sampel hijauan lainnya.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

 Tabel 1. Uji Saponin

Sampel

Panas (cm)

Dingin (cm)

Lamtoro

1,8

0,1

Gamal

Kaliandra

0,3

Daun Singkong

Bunga Sepatu

0,1

0,7

Sabun

5,2

 

Tabel 2. Uji Kestabilan Busa Dalam Larutan Saliva Buatan dan Cairan Rumen

Sampel

Panas (cm)

Dingin (cm)

Saliva

Rumen

Saliva

Rumen

Lamtoro

0,4

0,2

Gamal

Kaliandra

Daun Singkong

0,5

0,1

Bunga Sepatu

1,5

0,6

Sabun

4,4

1

 

Tabel 3. Pengaruh Saponin Terhadap Populasi Protozoa

Sampel

Jumlah Protozoa / ml

Lamtoro

18.750

Kaliandra

6.250

Daun Singkong

206.250

Bunga Sepatu

12.500

 

Pembahasan

                Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Kandungan saponin yang dijelaskan dalam tabel pertama menunjukan perbedaan kadar saponin setelah perlakuan pemanasan dengan kondisi pelarutan dengan air biasa. Saponin daun lamtoro dengan daun kaliandra mengalani peningkatan saponin pada perlakuan panas, sedngkan pada bungga sepatu dan sabun mengalami penurunan kadar saponin pada perlakuan panas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya atau ketinggian busa yang dihasilkan dari hasil uji. Teori yang seharusnya terjadi yaitu kandungan saponin akan menurun setelah dilakukannya pemanasan terlebih dahulu. Ketidak sesuaian ini mungkin terjadi karena terdapa kesalahan atau pengocokan yang tidak serempak sehingga timbul perbedaan perlakuan yang berefek pada lebih tingginya busa pada perlakuan panas.

Uji ksabilan busa pada saliva buatan dan cairan rumen menunjukan perbedaan dengan literatur. Teori yang seharusnya yaitu pada perlakuan dengan cairan rumen lebih tinggi sedangkan pada saliva buatan lebih sedikit, hal ini disebabkan karena saliva bersifat surfactant yang membantu di dalam proses mastikasi dan ruminasi sehingga busa yang dihasilkan oleh saponin bisa diminimalkan oleh saliva karena sifatnya yang surfactant. Kemudian pada perlakuan panas yang seharusnya lebih rendah kandungan saponinya tidak terjadi, hal ini mungkin dikarenakan air yang digunakan sudah tidak panas lagi, perbedaan kuantitas pengocokan tabung, maupun kesalahan membaca tinggi busa.

Kandungan saponin pada praktikum kali ini menggunakan indikator tingginya busa yang dihasilkan setelah pengocokan tabung reaksi selama 10 detik. Saponin bersifat sebagai agen defaunasi yang bekerja mengurangi jumlah populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (parsial) dengan tujuan untuk mengoptimalkan tingkat kecernaan serat kasar pakan. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa dalam rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat predator bagi mikroba lain terutama bakteri dan jamur (Prihandono, 2001). Populasi protozoa dalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml cairan rumen. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 2001). Keberadaan protozoa yang melebihi populasi normal cenderung merugikan, sehingga perlu adanya usaha untuk mengendalikan populasi protozoa dalam rumen. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pengendalian populasi protozoa dalam rumen adalah dengan menambahkan agen defaunasi pada ransum ternak. Hasil perhitungan protozoa pada daun lamtoro yaitu sebanyak 18.750/ml, daun kaliandra 6.250/ml, daun singkong 206.250/ml, dan pada bungga sepatu sebanyak 12.500/ml.

 

 

KESIMPULAN

Praktikum kali ini praktikan dapat mengetahui keberadaan saponin dalam pakan yang diuji menggunakan pelarut air dengan indikasi terdapatnya busa sebagai tanda bahwa pakan tersebut mengandung saponin. Kestabilan saponin dalam larutan saliva lebih kecil dibandingkan dengan caitan rumen, karena saliva memiliki sifat surfactant yang dapat meminimalkan kadar saponin. Saponin  bersifat defaunasi yang dapat mengurangi populasi protozoa dalam rumen, protozoa dalam rumen dapat menghambat pertumbuhan bakteri rumen sehingga hal ini berbahaya jika terjadi. Karena itu, perlu ditambahkan dalam ransum ternak bahan yang mengandung saponin sebagai pembatas pertumbuhan protozoa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Harborne. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan.          Terbitan Kedua. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro.Bandung : ITB

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press: New York and          London.

Hutapea, J.R., (Ed). 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Penelitian dan        Pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial      RI. Jakarta Jilid I

Heyne,K. 1987.Tumbuhan Berguna Indonesia III. Terjemahan oIeh Badan Litbang           Kehutanan. SaranaJaya. Jakarta

Nahrowi.2008. Pengetahuan Bahan Pakan. Nutri Sejahtra Press. Bogor.

Prihandono, R. 2001. Pengaruh suplementasi probiotik bioplus, lisinat Zn dan        minyak ikan lemuru (sardinella longiceps) terhadap tingkat penggunaan        pakan dan produk fermentasi rumen domba. Skripsi. Fakultas Peternakan.     Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi Badan Khusus Peternakan Sapi Perah. Kayu            Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan: Lembang.

Yokoyama, M.TandK A. Johnson. 1988.Microbiology of TheRumenand Intestine. In        Church, D. C. (Eds). Digestive Physiology and Nutrional of Ruminant. New        Jersey.

 

 

LAMPIRAN

 

Perhitungan Jumlah Protozoa / ml

  1. Lamtoro

Protozoa / ml =

=

= 18750

 

  1. Kaliandra

Protozoa / ml =

=

= 6250

 

  1. Daun Singkong

Protozoa / ml =

=

= 206250

 

  1. Bunga Sepatu

Protozoa / ml =

=

= 12500

 

LAPORAN FISHEW RESPIRASI

Tanggal Praktikum    : 4 Oktober 2011

Dosen Pembimbing   :

Kelompok Praktikum: D5

 RESPIRASI

Anggota kelompok :

 

  1. Isnaini Puji A                                      D14100044
  2. Hesti Anggrani                                    D14100056
  3. Devi Simamora                                   D14100091

 

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

 

 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bila frekuensi rangsangan rendah, konteraksi-kontraksi yang dihasilkannya berupa kontraksi-kontraksi sederhana dengan relaksasi sempurna. Di sini juga terjadi treppe. Bila frekuensi dipertinggi maka terjadi kontraksi-kontraksi dengan relaksasa yang tidak sempurna, yang disebut kontraksi tetanus inkomplit. Bia frekuensi dipertinggi lagi otot tidak sempat lagi relaksasa terjadi kontraksi terus yang disebut kontraksi tetanus kompit. Kontraksi ini meningkat terus. Tapi pada suatu saat kontraksi ini menurun, ha ini terjadi karena otot sudah mengaami kelelahan.

 

Tujuan

Mempelajari terjadainya kontraksi yang berturut-turut atau tetanus dan kelelahan yang diakibatkan.

 

BAB 2

ALAT DAN BAHAN

Alat dan Bahan

  1. Katak
  2. Kimograf

BAB 3

METODE

 

Tata Kerja

  1. Rangsangan maksimal diatur atau sedikit diatasnya.
  2. Kecepatan kimograf diatur pada kecepatan 3.
  3. Dibuat rangsangan dengan frekuensi rendah sampai tinggi sambil dilakukan pencatatan. Dapat pula dihentikan dahulu setiap kali dilakukan perubahan frekuensi.
  4. Setelah terjadi tetanus komplit diteruskan perangsangan sampai kontraksi menurun.
  5. Dihentikan dan diberikan tanda-tanda seperunya.

BAB 4

PEMBAHASAN

Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat (Seeley, 2002). Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi (Seeley, 2002).

Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respons terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus.Waktu antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi disebut fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot berelaksasi disebut fase relaksasi (Seeley, 2002).

Berdasarkan Seeley (2002), kontraksi otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi isometrik (jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang otot tidak berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot berkurang (otot memendek).

Pada praktikum kami tidak melakukan percobaan tetanus, karena otot yang kami amati sudah tidak dapat lagi merespon rangsangan yang diberikan (mati). Hal ini dikarenakan teralu lamanya otot tersebut digunakan dalam percobaan-percobaan sebelumnya, sehingga otot tersebut mengalami kerusakan dan sudah tidak dapat digunakan. Berdasarkan Martini (2001), stimulasi yang diberikan secara berulang-ulang akan menghasilkan efek-efek sebagai berikut:

 

 

 

 

Respons otot terhadap rangsang berulang

LAPORAN IPN BUFFER

Laporan Praktikum Ke-4                                Hari/Tanggal   : Kamis, 15 Maret 2012

Integrasi Proses Nutrisi                                   Tempat            : Lab. Fisiologi (BFM)

                                                                        Nama Asisten  : Denbeti Noviani

BUFFER

Hesti Anggrani

D14100056

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Pendahuluan

Latar Belakang

            Buffer adalah zat yang dapat mempertahankan pH ketika ditambah  sedikit asam/basa atau ketika diencerkan. Buffer terdiri dari asam lemah dan garamnya/basa konjugasinya atau basa lemah dan garamnya/asam konjugasinya, dalam perbandingan jumlah mol tertentu mempunyai kemampuan mempertahankan pH nya, jika ke dalam campuran ini masuk sedikit asam atau basa kuat. Bila larutan penyangga berasal dari asam lemah dengan garamnya tercampur sedikit asam kuat, maka asam kuat akan bereaksi dengan garamnya sehingga asam kuat akan diubah menjadi garam (bersifat netral ) dan asam lemah. Sifat asam kuatnya menjadi sangat kecil. Bila ditambah sedikit basa kuat maka basa kuat ini menjadi sangat kecil, karena bereaksi dengan asamnya. Bila ditambah sedikit asam, komponen buffer yang bersifat basa akan mengikat ion H+ sehingga jumlah ion H+ tidak bertambah dan pH tidak menurun. Bila ditambahkan sedikt basa, komponen buffer yang bersifat asam akan mengikat ion OH sehingga jumlah ion OHtidak bertambah dan pH tidak meningkat. Buffer umumnya memiliki kapasitas penyangga dengan rentang 1 nilai pH diatas dan dibawah pH normal buffer tersebut.

            Larutan penyangga berdasarkan komponen penyusunnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu larutan penyangga asam, berfungsi mempertahankan pH < 7 yang tersusun atas larutan asam lemah dan garamnya serta larutan penyangga basa, berfungsi mempertahankan pH > 7 yang tersusun atas larutan basa lemah dan garamnya.

Tujuan

            Praktikum ini bertujuan agar praktikan mengetahui pengaruh pertambahan larutan asam dan larutan basa ke dalam larutan buffer serta mampu membuat kurfa hasil titrasinya.

Tinjauan Pustaka

Buffer

            Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion – ion hidrogen atau hidroksida ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Secara umum, larutan buffer mengandung pasangan asam – basa konjugat atau terdiri dari campuran asam lemah dengan garam yang mengandung anion yang sama dengan asam lemahnya, atau basa lemah dengan garam yang mengandung kation yang sama dengan basa lemahnya. Oleh karena mengandung komponen asam dan basa tersebut, larutan buffer dapat bereaksi dengan asam (ion H+) maupun dengan basa (ion OH-) apa saja yang memasuki larutan. Oleh karena itu, penambahan sedikit asam ataupun sedikit basa ke dalam larutan buffer tidak mengubah pH-nya. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa. Apabila asam lemah dicampur dengan basa konjugasinya maka akan terbentuk larutan buffer asam, dimana larutannya mempertahankan pH pada daerah asam (pH 7) (Underwood, A.L., 2002 ).

Buffer Fosfat

            Buffer fosfat adalah buffer netral dengan kisaran pH 7. Buffer fosfat dapat dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat (NaH2PO4) dan basa konjugatnya yaitu disodium fosfat (Na2HPO4). Meskipun buffer fosfat juga merupakan larutan penyangga, namun kerja buffer ini tidak lebih baik dari cairan rumen dalam mempertahankan pH. Hal ini dikarenakan adanya proses saliviasi di dalam rumen. Saliva yang dihasilkan kelenjar ludah berperan sebagi buffer alami bagi rumen sehingga kemampuan mempertahankan pH rumen lebih bagus (Daintith, 2005).

Cairan Rumen

 Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan mikroorganisme yang paling sesuai dan dapat hidup dapat ditemukan didalamnya. Tekanan osmos pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38–42oC, pH dipertahankan dengan adanya absorbsi asam lemak dan amonia. Saliva yang masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar ion HCO3 dan PO4 (Arora, 1995). Di dalam cairan rumen juga terdapat saliva. Saliva yang masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Saliva bertipe cair, membuffer asam-asam, hasil fermentasi mikroba rumen. Selain itu juga saliva merupakan zat pelumas dan surfactant yang membantu didalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva mengandung elektrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P, dan urea yang mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. (Hvelplund,1991).

HCl

Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium, H3O+.

HCl + H2O → H3O+ + Cl

Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl. Asam klorida oleh karenanya dapat digunakan untuk membuat garam klorida, seperti natrium klorida. Asam klorida adalah asam kuat karena ia berdisosiasi penuh dalam air (Lide, 1981).

NaOH

NaOH (Natrium Hidroksida) berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh 318°C serta titik didih 1390°C. Hidratnya mengandung 7; 5; 3,5; 3; 2 dan 1 molekul air (Daintith, 2005). NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni merupakan padatan berwarna putih, densitas NaOH adalah 2,1 . Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida (Keenan dkk., 1989).

Materi Metode

Materi

            Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu terdiri dari kertas indikator pH, gelas pengaduk, gelas ukur 50ml, pipet volumetrik, wadah plastik, serta gelas selai. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu terdiri dari HCl 0,05  N, NaOH 0,05N, cairan rumen, dan buffer fosfat.

Prosedur

            Terdapat lima perlakuan yang akan diuji, berikut ini merupakan prosedurnya :

  1. Sebanyak 50 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam gelas selai lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH 0,05N ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan NaOH  dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati dengan pH NaOH (pH 12).
  2. Sebanyak 50 ml buffer fosfat dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan NaOH dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati pH NaOH (pH 12).
  3. Sebanyak 50 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan HCl ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati pH HCl (pH 2).
  4. Sebanyak 50 ml buffer fosfat dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan HCl ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati pH HCl (pH 2).
  5. Sebanyak 50 ml HCl dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan NaOH dilakukan berulangkali sampai pH-nya mendekati pH NaOH (pH 12).

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Berdasarkan pengujian pH buffer yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. pH Bahan

Bahan

pH

Cairan Rumen

7

Buffer Fosfat

7

HCl

2

NaOH

12

Tabel 2. Cairan Rumen + NaOH

Penambahan NaOH (ml)

Perubahan pH

10

7

10

8

10

8

10

8

10

9

10

9

10

9

10

10

10

11

10

11

10

11

10

11

Volume total NaOH : 120 ml

Tabel 3. Buffer Fosfat + NaOH

Penambahan NaOH (ml)

Perubahan pH

10

8

10

9

10

11

10

11

10

11

Volume total NaOH : 50 ml

Tabel 4. Cairan Rumen + HCl

Penambahan HCl (ml)

Perubahan pH

10

6

10

6

10

6

10

5

10

5

10

5

10

5

10

4

10

4

10

4

10

4

10

4

10

4

10

3

10

3

10

3

10

2

10

2

10

2

Volume total HCl : 190 ml

Tabel 5. Buffer Fosfat + HCl

Penambahan HCl (ml)

Perubahan pH

10

6

10

6

10

5

10

2

10

2

10

2

Volume total HCl : 60 ml

Tabel 6. NaOH + HCl

Penambahan HCl (ml)

Perubahan pH

10

12

10

12

10

11

10

10

10

7

10

3

10

2

Volume total HCl : 70 ml

Pembahasan

Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion – ion hidrogen atau hidroksida ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Secara umum, larutan buffer mengandung pasangan asam – basa konjugat atau terdiri dari campuran asam lemah dengan garam yang mengandung anion yang sama dengan asam lemahnya, atau basa lemah dengan garam yang mengandung kation yang sama dengan basa lemahnya. Oleh karena mengandung komponen asam dan basa tersebut, larutan buffer dapat bereaksi dengan asam (ion H+) maupun dengan basa (ion OH-) apa saja yang memasuki larutan. Oleh karena itu, penambahan sedikit asam ataupun sedikit basa ke dalam larutan buffer tidak mengubah pH-nya. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa. Apabila asam lemah dicampur dengan basa konjugasinya maka akan terbentuk larutan buffer asam, dimana larutannya mempertahankan pH pada daerah asam (pH 7) (Underwood, A.L., 2002 ). Perlakuan pertama yaitu mencampurkan cairan rumen yang bersifat sebagai buffer dengan NaOH 0,05N merupakan salah satu contoh sistem dalam mempertahankan pH-nya. Setiap buffer memiliki kapasitas untuk mempertahankan pHnya, kapasitas suatu penyangga merupakan ukuran keefektifannya dalam perubahan pH pada penambahan asam atau basa. Semakin besar konsentrasi asam dan basa konjugasinya, semakin besar kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga dapat didefinisikan secara kuantitatif dengan jumlah mol basa kuat dibutuhkan untuk mengubah pH 1 L larutan sebesar 1 pH satuan (Vogel. 1979). Asam dan basa yang digunakan dalam praktikum kali ini merupakanasam dan basa kuat, namun dengan konsentrasi yang rendah sehingga untuk mengubah satu satuan pH buffer perlu sekitar 30ml asam maupun basa kuat yang digunakan.

Pencernaan adalah proses pemecahan partikel makro menjadi partikel yang ukurannya lebih kecil lagi dan diikuti dengan proses fermentasi dan penyerapan baik dalam rumen maupun usus. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi secara mekanis dalam mulut, fermentatif oleh mikroba rumen, dan secara hidrolitis oleh enzim-enzim pencernaan hewan induk semang. Rumen merupakan bagian terbesar dari perut ruminansia. Di dalam rumen terdapat sejumlah mikroba yang memungkinkan ternak memanfaatkan komponen-komponen yang tidak dapat dicerna oleh enzim perut dan disebut dengan fermentasi. Fermentasi oleh mikroba rumen misalnya hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida dan disakarida kemudian di fermentasi menjadi asam asetat, propionate dan butirat. Sedangkan protein sebagian besar dirombak menjadi peptide, asam amino, ammonia, dan VFA yang selanjutnya disintesis menjadi sel mikroba untuk kemudian dicerna dalam usus. Lemak akan dihirolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Proses fermantasi dalam rumen menghasilkan kondisi asam, hal ini dapat menghambat kinerja dari mikroba rumen yang tidak tahan terhadap kondisi yang terlalu asam. Karena itu perlu adanya sistem buffer dalam rumen yang berungsi menjaga atau mempertahankan pH dalam rumen. Saliva yang dihasilkan dalam mulut ruminan selain bersifat enzimatis juga berperan sebagai buffer dalam rumen. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Saliva bertipe cair, membuffer asam-asam hasil fermentasi mikroba rumen. Selain itu juga saliva merupakan zat pelumas dan surfactant yang membantu di dalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva mengandung eloktrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P, dan urea yang mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. Sekresi saliva dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan, kandungan bahan kering, volume cairan isi perut dan stimulasi psikologis.

Kurva perbandingan titrasi cairan rumen dengan NaOH dengan buffer fosfat dengan NaOH, menunjukan bahwa kecepatan perubahan pH yang berbeda setelah penambahan NaOH. Buffer fosfat dapat mencapai(mendekati) pH NaOH hanya dengan penambahan 50ml NaOH 0,05N, sedangkan pada cairan rumen memerlukan 120ml NaOH 0,05N hingga mencapai pH 11. Kurva perbandingan titrasi cairan rumen dengan HCl dengan titrasi bufffer fosfat dengan HCl juga menunjukan perbedaan kecepatan dalam penambahan HCl setiap 10ml. Penambahan HCl sangat cepat berpengaruh pada buffer fosfat dimana hanya dengan menambahkan 60ml HCl 0,05N pH-nya sudah berubah menjadi 2, sedangkan pada cairan rumen memerlukan HCl sedanyak 190ml untuk membuat pH cairan rumen menjadi 2. Kurva titrasi NaOH dengan HCl menunjukan bahwa perlu 70ml HCl 0.05N untuk merubah pH NaOH 0,05N yang memiliki pH 12 menjadi pH 2 dengan adanya titrasi.

Kemampuan buffer fosfat dalam perlakuan titrasi dengan HCl dan NaOH dibandingkan dengan cairan rumen sangat terlihat berbeda. Buffer fosfat lebih cepat mengalami perubahan pH dibandingkan cairan rumen, atau bisa dikatakan bahwa cairan rumen lebih dapat mempertahankan pH-nya dibandingkan dengan buffer fosfat. Hal ini menunjukan bahwa dalam tubuh ternak yang terdapat cairan rumen dalam rumennya, dapat dengan maksimal mempertahankan pH normal rumen (6,8) meskipun didalamnya terdapat aktivitas fermentasi mikroba rumen. Dengan demikian, keaadaan asam yang dihasilkan pada proses fementasi dapat ditangani oleh hadirnya buffer berupa cairan rumen.

Kesimpulan

            Buffer merupakan larutan yang cenderung mempertahankan pH-nya, namun buffer sendiri memiliki kapasitas tertentu dimana jika ditambahkan sejumlah asam atau basa kuat akan merubah pH buffer itu sendiri. Semakin ditambahkan asam atau basa, maka pHnya semakin berubah menurut tingkat pH pentitrasinya. Dengan adanya perubahan pH tersebut praktikan dapat membuat kurva titrasi untuk memudahakn analisa pengaruh penambahan asam atau basa pada buffer.

Daftar Pustaka

Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Daintith, J., 2008, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta

Day, R.A & A.L.Underwood. 2002. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis Sopyan. Erlangga. Jakarta.

Hvelplund,T. 1991. Volatile Fatty Acids and Protein Production in The Rumen. In : J.P.Jouvany (Ed), Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion Inra: Paris.

Lide, David (1980–1981). CRC Handbook of Chemistry and Physics (edisi ke-61st).

Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H., 1989,Ilmu Kimia untuk Universitas: Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.

Vogel`s. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis Fifth Edition. New York: Longman Group.