laporan ipn

Laporan Praktikum Ke-8                                Hari/Tanggal   : Kamis, 26 April 2012

Integrasi Proses Nutrisi                                   Tempat            : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten  : 1. Ibu Adriani

2. Febynia Mutiara Z.

3. Rika Zahera

4. Dwi Wahyu Nugraeni

5. Dea Justia Nurnana

 

 

 

 

TANIN

 

 

Hesti Anggrani

D14100056

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa

fenolik. Istilah tanin pertama sekali diaplikasikan pada tahun 1796 oleh Seguil. Tanin

terdiri dari sekelompok zat-zat kompleks terdapat secara meluas dalam dunia tumbuh-tumbuhan, antara lain terdapat pada bagian kulit kayu, batang, daun dan buah-buahan. Tanin adalah salah satu senyawa poliferol alami dan terdapat dalam konsentrasi tinggi pada beberapa jenis tumbuhan seperti akasia, eukaliptus, bakau, tusam, dan juga terdapat dalam beberapa hijauan pakan ternak. Jenis pohon yang berbeda akan menghasilkan struktur tanin yang berbeda pula (Ahmada dan Aryeti, 1993).

Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic acid  yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon. Tanin banyak terkandung dalam beberapa jenis tanaman terutama yang mengandung kandungan protein yang cukup tinggi, salah satunya yaitu hijauan pakan ternak atau lebih dikenal dengan legum. Pada tanaman tanin dapat berfungsi menjaga kandungan protein yang dikandungnya, namun hal ini dapat berdampak negatif pada ternak yang memakannya yaitu dapat menurunkan keernaan bahan kering dan protein sehinga dapat terjadi defisiensi protein pada ternak. Pemilihan jenis pakan ternak dan banyaknya kandungan tanin yang dikonsumsi pada hijauan yang mengandung tanin harus diperhatikan, sehingga ternak dapat terjamin akan kebutuhan protein yang diperlukan.

 

Tujuan

            Praktikum kali ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan tani dalam hijauan pakan ternak serta mengetahui senyawa yang mampu berikatan dengan tanin.

 

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Tanin

Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan glatin. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam.  Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Jayadi, 1991). Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysabletannins) (Hagerman et al., 1992).

 

Daun Gamal

            Gamal (Gliricidia sepium) merupakan jenis tanaman local yang digunakan sebagai pakan ternak, memiliki produktivitas yang tinggi dan tersebat di wilayah tropis. Tanaman Gamal mengandung zat flavonoida, tanin, poliphenol, saponin dan kumarin (Karti, 1998; Wahid, 2008). Hasil penelitian Wina dan Tangendjaja (2000) bahwa suplementasi saponin dan tannin dalam ransum mengurangi populasi protozoa dan dapat meningkatkan populasi bakteri pancerna serat kasar. Dengan demikian penurunan populasi protozoa dalam rumen akan diikuti dengan penurunan gas metan (CH4).

 

Daun Bunga Sepatu

Kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis L.) biasanya banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Kembangnya berukuran besar dan umumnya berwarna merah dan kuning. Pada umumnya, tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Batang tingginya ± 3m, bulat, berkayu, keras, diameter ± 9cm, masih muda berwarna ungu setelah tua putih kotor. Daun berbentuk bulat telur yang lebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing (Anonim, 2009). Kembang sepatu dapat digunakan sebagi obat. Selain untuk pengobatan, kembang sepatu juga dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kandungan nutrisi dari kembang sepatu yaitu abu 88%, lemak 2.7 %,serat kasar 12%, BETN 50%, dan protein kasar 11.9% (Hyene, 1987). Daun, bunga, dan akar kembang sepatu mengandung flavonoida. Di samping itu daunnnya juga mengandung saponin dan polifenol, bunga mengandung saponin dan polifenol, akarnya juga mengandung tanin, saponin, skopoletin, cleomiscosin A, dan cleomiscosin C (Harborne,1996). Baik daun dan bunga dari kembang sepatu memiliki senyawa bioaktif saponin. Oleh sebab itu, menurut Sutardi (1977) kembang sepatu dapat dijadikan agensia defaunasi dari populasi protoza.

 

Daun Kaliandra

Komposisi kimiawi kaliandra mengandung protein berkisar 20%, terdapat tanin 8-11%, saponin, flavonoid dan glikosida dalam jumlah kecil yang tidak membehayakan ternak. Kaliandra dapat digunakan sebagai pengganti sebagian rumput yang diberikan. Pada sapi dapat menggantikan rumput maksimal 50%, sedangkan untuk domba sampai dengan 30%. Pemberian pada ternak sebaiknya dalam bentuk segar karena proses pengeringan akan menurunkan konsumsi dan kecernaanya, selain itu kandungan tanin dalam kaliandra segar kurang berbahaya untuk ternak. Kaliandra dapat diberikan saat sebelum atau sesudah pemberian pakan tambahan (Harborne,1996).

Daun Singkong

          Kandungan kimia pada umbi dan daun Manihot utilissima adalah saponin, selain itu daunnya juga mengandung flavonoid (Hutapea, 2000). Daun-daun ubi yang dimakan sebagai sayuran atau sebagai ramuan, merupakan sumber protein yang baik. Daun-daun itu pada gilirannya juga menyediakan vitamin dan mineral per 100 gram, yaitu: kalsium 144,0 mg , zat besi 2,8 mg , thiamin 0,16 mg, riboflavin 0,32 mg, beta-carotin 0,08 mg, niasin 1,8 mg, dan asam askorbin 82,0 mg. Daun singkong memiliki kadar protein cukup tinggi, sumber energi yang setara dengan karbohidrat, 4 kalori setiap gram protein. Daun ubi mengandung sekitar 17 % protein karena merupakan suatu tanaman sumber protein yang baik bagi kepentingan diet (Kartasapoetra, 1988). Daun mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, forfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi. Pada penelitian daun ubi kayu mengandung cuprofilin yang mampu menurunkan kolesterol, trigliserida, lipida serum darah secara nyata. Cuprofilin pada daun ubi kayu terdapat pada klorofilnya (Anonim, 2007).

Daun Lamtoro

Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14-19%, sedangakan kandungan serat kasar umumnya berfliktuasi dari 33 hingga 66%, dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35-44%. Daun lamtoro umumnya defisiensi asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C biasanya tinggi. Biji dan daun lamtoro mengandung glactomannan yang dapat membentuk ekstrasi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin mempunyai potensi sebagai bahan biomedical. ( Nahrowi,2008 ).

Teh

           Kandungan teh secara umum adalah kafein, tanin, dan minyak esensial. Unsur kafein memberikan rasa segar dan mendorong kerja jantung manusia, tidak berbahaya jika dikonsumsi tidak melebihi 300mg/hari. Unsur tanin adalah sumber energi yang berasal dari sari teh tersebut. Sedangkan minyak esensial memberikan rasa dan bau harum yang merupakan faktor-faktor pokok dalam menentukan nilai dalam setiap cangkir teh yang dijual atau diperdagangkan. Tanin memberikan cita rasa yang khas terhadap teh tersebut yaitu rasa yang sedikit sepat (Butler et al., 1992).

Pati

            Pati merupakan komoditas homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidaksama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom C-nya serta bentuk rantai molekulnya (lurus ataubercabang). Pati mempunyai struktur kimia yang unik, sehingga banyak digunakan untuk pembuatanproduk olahan baik pangan maupun non pangan. Sekitar 50% pati digunakan untuk bahan bakupembuatan sirup dan gula. Pati juga banyak digunakan untuk pembuatan pati etrmodifikasi maupun produk turunan lainnya (Bennion, 1980).

Pati merupakan campuran dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Didalam pati molekul amilosa terdiri dari 70-350 unit glukosa yang berikatan membentuk rantai lurus, sedangkan molekul amilopektin terdiri hingga 100.000 unit glukosa yang berikatan struktur rantai bercabang. Sifat-sifat pati yaitu berwarna putih, berbentuk serbuk yang tidak larut dalam air dingin, tidak mempunyai rasa manis, hidrolisa pati dapat dilakukan oleh asam maupun enzim. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula mulai menggelembung. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu yang lebih tinggi granula pati mulai pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air disekelilingnya. Molekul pati yang berantai panjang mulai membuka dan tercampuran pati dengan air kemudian menjadi kental. Pada pendinginan, jika perbandingan pati da air cukup besar. Molekul air terkurung didalamnya sehingga berbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan gelatinisasi (Gaman, 1992).

Glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray R. K. et al., 2003). Glukosa juga disebut dekstrosa karena strukturnya sebagian besar berada dalam bentuk D- yakni D-glukosa. Glukosa merupakan monomer yang ditemukan di alam sebagai dimer sampai polimer. Karbohidrat yang dikonsumsi tubuh umumnya diubah menjadi glukosa dan mengalami sirkulasi dalam tubuh (dalam darah mengandung ± 0,08% sedangkan dalam urine 0,2% glukosa). Dalam perdagangan, glukosa dibuat dari hidrolisa amilum (Mulyono, 2006).

Sukrosa

Sukrosa merupakan suatu  yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa unit  dan  dengan rumus molekul C12H22O11 Senyawa ini dikenal sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti hewan Penambahan sukrosa dalam media berfungsi sebagai sumber karbon. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula. Unit glukosa dan fruktosa diikat oleh jembatan asetal oksigen dengan orientasi alpha. Struktur ini mudah dikenali karena mengandung enam cincin glukosa dan lima cincin fruktosa. Proses fermentasi sukrosa melibatkan mikroorganisme yang dapat memperoleh energi dari substrat sukrosa dengan melepaskan dan produk samping berupa senyawaan alkohol. Penggunaan yeast ini dalam proses fermentasi diduga merupakan proses tertua dalam bioteknologi dan sering disebut dengan Sukrosa (C12H22O11) ialah sejenis  iaitu  yang bersifat bukan penurun dan tidak menunjukkan fenomena  Hidrolisis sukrosa menghasilkan Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa bukan merupakan gula pereduksi karena sukrosa tidak mempunyai atom karbon hemiasetal dan hemiaketal. Sukrosa tidak memilliki atom karbon monomer bebas karena karbon anomer glukosa dan fruktosa berikatan satu dengan yang lain. Sukrosa juga mudah dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Sumber-sumber sukrosa yang terdapat di alam antara lain: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50%), dan jelly ( Almatsier, S. 2005).

 

Fruktosa

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis (McGilvery&Goldstein, 1996). Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dihidroksi benzene) dalam asam HCl. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu atau bit (McGilvery&Goldstein, 1996). D-fruktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed (gula pereduksi), membentuk osazon dengan fenilhidrazina yang identik dengan osazon glukosa, difermentasi oleh ragi dan berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff resorsinol-HCl (Harper et al, 1979).

Susu murni

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia betina. Susu mengandung banyak vitamin dan protein. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Kandungan protein, glukosa, lipida, garam mineral, dan vitamin dengan pH sekitar 6,80 menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dalam susu. Secara alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103 per ml jika diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat (Jay 1996). Berdasarkan SNI 01-6366-2000, batas cemaran mikroba dalam susu segar adalah Total Plate Count (TPC) < 3 x 104 cfu/ml, koliform < 1 x 101 cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x 101 cfu/ml, Escherichia coli negatif, Salmonella negatif, dan Streptococcus grup B negatif. Beberapa bakteri seperti Listeri  monocytogenes, Camphylobacter jejuni, E.coli, dan Salmonella sp. dilaporkan mengontaminasi susu dengan prevalensi kecil (Jayarao et al. 2006).

 

Susu Skim

Susu merupakan sumber kalsium dan sangat baik untuk di konsumsi terutama dalam masa pertumbuhan. Terdapat berbagai jenis susu, salah satunya yaitu susu skim. Susu skim merupakan susu yang kandungan lemaknya lebih sedikit dibandingkan dengan susu jenis lainnya yaitu, kurang dari 1% (Tri Margono, 1993).

Susu Kedele

        Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 % – 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering (Yuni Astuti, 2006).

Putih Telur

Putih telur segar dipandang sebagai sistem protein yang terdiri dari serat ovomucin di dalam larutan aquaeus yang banyak mengandung protein (Feeney, 1964). Ovomucin, dengan kandungan karbohidrat sekitar 10%, merupakan protein yang paling umum ditemukan di lapisan tengah albumen. Ovomucin hanya dapat larut dalam larutan alkali (Powrie, 1981).

Albumen atau lazimnya disebut putih telur merupakan protein globular yang tidak rapat atau tersusun dalam aturan tertentu. Molekul air mudah menerobos ke ruang-ruang kosong dalam molekul protein. Protein globular dapat terdispersi dengan baik dalam air atau larutan garam, membentuk koloid, serta terpengaruh oleh asam, alkali dan panas (Gaman dan Sherrington, 1992). Rasyaf (1985) menyatakan terdapat lima jenis protein dalam putih telur yakni ovalbumin, ovomukoid, ovomusin, ovokoalbumin, dan ovoglobulin.

Kandungan protein putih telur ayam 12% protein (Buckle et al., 1987), bebek 11%, sedangkan puyuh 10,3 % secara keseluruhan bersama kuning telurnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981 dalam Sarwono, 1994). Menurut Stadelman dan Cotteriil, dalam Ratnasari, 2007) Putih telur terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan encer bagian luar (23,3%) lapisan kental (57,3%) lapisan encer dalam (16,8%) dan kalaza (2,7%).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MATERI METODE

Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum tanin yaitu tabung reaksi, mortar, timbangan digital, botol film, kompor, corong, kapas, gelas piala, botol selai, rak tabung reaksi dan spoit 1 ml. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu berupa hijuan pakan ternak yang terdiri dari lamtoro, kaliandra, dan gamal, daun singkong, kembang sepatu, serta teh. Beberapa sumber protein yaitu telur ayam ras, susu full cream, sari kedelai, dan beberapa larutan (FeCl3, NaOH 1 N,  glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, pati 1%, carboxymethylcellulose 1%, xylosa 1%, CuSO4, dan FeSO4.

Prosedur

  1. Persiapan Sampel

Semua bahan hijauan digerus dengan menggunakan pestel dan mortar. Setiap sampel dimasukkan kedalam gelas selai sebanyak 4gr, lalu ditambahkan dengan air panas 200ml. Sampel didinginkan 5 menit lalu disaring dengan bantuan corong dan kapas.

  1. Uji Tanin

Filtrat dimasukkan sebanyak 5ml dari masing-masing sampel ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1ml larutan FeCl3, jikadijasilkan warna hijau maka diindikasikan mengandung tanin.

  1. Uji Kuinon

Filtrat dimasukkan sebanyak 5ml dari masing-masing sampel ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan dengan larutan NaOH 1N. Bila dihasikan warna merah maka diindikasikan mengandung kuinon.

  1. Uji Pengikatan dan Pengendapan
  2. Ikatan tannin dengan protein susu

Sebanyak 5 ml masing-masing filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml susu sapi, perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.

  1. Ikatan tannin dengan karbohidrat

Sebanyak 5 ml masing-masing filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan larutan glukosa 1% sebanyak 1 ml. perubahan diamati dan dicatat.

 

  1. Ikatan tannin dengan mineral

Sebanyak 5 ml masing-masing filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diteeskan dengan larutan CuSO4 1% sebanyak 1-2 tetes. Perubahan yang terjadi diamati lalu dicatat hasilnya. Prosedur yang sama dilakukan dengan mengganti larutan CuSO4 diganti dengan larutan KCl 1%. Perubahan diamati dan dicatat hasilnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Hasil

Berikut ini merupakan hasil uji keberadaan kandungan tanin dalam sampel serta senyawa yang mampu berikatan dengan protein:

Tabel 1. Uji Tanin Dan Kuinon

Sampel

Tanin

Kuinon

Kaliandra

++++

Daun kembang sepatu

Lamtoro

Singkong

+

Gamal

++

Teh

+++++

+

Keterangan :    –           : Tidak ada endapan

+          : Sedikit endapan

++        : Ada endapan

++++    : Banyak endapan

+++++  :

 

Tanin merupakan senyawa yang berfungsi dalam menjaga kandungan protein dalam tumbuhan, kandungan tanin berbeda-beda setiap jenisnya.

Tabel 2. Ikatan Tanin Dengan Protein

Sampel

Telur

Skim

Murni

Kedele

Kaliandra

+++++

+

+++

+++

Daun kembang sepatu

+++

++

+++

+++

Lamtoro

++

+

++

++

Singkong

+

+

++

++

Gamal

+

+

+++

+

Teh

+

++

++++

++

 

 

 

Berikut ini merupakan uji ikatan tanin dengan beberapa sampel karbohidrat:

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Ikatan Tanin dengan Karbohidrat

Larutan

Sampel

Kaliandra

Daun Kembang sepatu

Lamtoro Singkong Gamal Teh
Fruktosa

Sukrosa

Glukosa

CMC

Xylosa

Keterangan :    –           : Tidak ada endapan

 

Berikut ini merupakan uji ikatan tanin dengan beberapa sampel mineral:

Tabel 4. Ikatan Tanin Dengan Mineral

Sampel

CuSO4

KCl

Kaliandra

Daun kembang sepatu

Lamtoro

Singkong

Gamal

Teh

Keterangan :    –           : Tidak ada endapan

 

Pembahasan

Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin tergolong senyawa polifenol dengan karakteristiknya yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan makromolekul lainnya. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang mudah terhidrolisis merupakan polimer gallic atau ellagic acid yang berikatan ester dengan sebuah molekul gula, sedangkan tanin terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbon-karbon(Waghorn & McNabb, 2003; Westendarp,2006).

Hasil uji kandungan tanin serta kuinon pada sampel hijauan yang digunakan menunjukan bahwa teh dan daun kaliandra mengandung kandungan tanin yang paling tinggi, pada daun bungga sepatu tidak ditemukannya kandungan tanin, karena kandungan tanin dalam pohon bungga sepatu terdapat dalam akarnya sedangkan dalam daunnya tidak ditemukan kandungan tanin. Sedangkan pada lamtoro juga tidak ditemukannya kandungan tanin, karena dalam lamtoro mengandung mimosin. Indikator terkandungnya tanin dalam sampel yaitu terdapatnya endapan yang berwarna kehijauan.

Hasil uji ikatan tanin dengan protein yaitu menunjukan adanya ikatan antara semua sampel dengan sumber protein yang diujikan, karena tanin merupakan senyawa yang dapat berikatan komples dengan protein yang bertujuan mempertahankan kandungan protein yang dikandung dalam tumbuhan. Sehingga dalam uji ikatan dengan protein didapatkan hasil positif pada semua bahan meskipun tidaksemua sampel mengandung tanin. Adanya kandungan polephenol dalam daun bungga sepatu membuat adanya kemungkinan berikatan dengan protein.

Hasil uji ikatan dengan mineral dan karbohidtar dinyakatak secara keselutuhan negatif. Indikator terbentuknya endapan tidak ditemukan pada semua sampel. Setiap sampel pada umumnya memiliki kemampuan untuk berikatan dengan karbohidrat dan mineral, namun daya ikat yang dimiliki tidak sebesar daya ikat tanin pada protein.

Fungsi tanin dalam tamanan adalah untuk mempertahankan diri dari serangan serangga, predator burung, hewan ruminansia, melindungi kecambah setelah panen, serta melindungi diri dari jamur dan cuaca. Dampak negatif bagi ternak yang memakannya yaitu dikarenakan adanya kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Tanin dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas enzim (Smith et al., 2005). Tanin juga dapat berinteraksi dengan protein yang berasal dari pakan dan menurunkan ketersediaannya bagi mikroorganisme rumen (Tanner et al., 1994). Menurut Hagerman dan Robins (1993), mamalia yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan tanin yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya tingkat kecernaan bahan kering dan protein, mengurangi berat badan, serta menghambat reproduksi. Efek negatif itu terjadi karena tanin akan membentuk ikatan kompleks yang tidak larut dalam air, menyebabkan kekeruhan, pengendapan serta menghambat aktifitas enzim (Swain, 1965).

Namun, keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini disebabkan protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Kompleks ikatan tanin-protein kemudian dapat lepas pada pH rendah di abomasum dan protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam amino yang dikandungnya tersedia bagi ternak. Hal ini menjadikan tanin sebagai salah satu senyawa untuk memanipulasi tingkat degradasi protein dalam rumen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

            Proses analisa kandungan tann dalam hijauan pakan ternak sangatlah diperlukan untuk mengkuantifikasi keberadaan dan aktivitas tanin pada hijauan pakan ternak serta pengaruhnya terhadap ternak ruminansia. Kandungan tanin yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kecernaan protein yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Metode sederhana dalam memdeteksi kandungan tanin yaitu dengan uji tani dan kuinon. Kandungan tanin yang paling tinggi dalam sampel yaitu daun kaliandra dan teh. Tanin dapat membentuk ikatan kompleks dengan protein, tetapi ikatan dengan karbohidrat dan mineral tidak sekompleks ikatannya dengan protein, karena fungsi utama tanin dalam tanaman yaitu menjaga kandungan protein dari kerusakan, pembusukan, serta gangguan dari serangga, predator, serta hewan ruminan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Amadi S S dan Aryeti., 1993. Keragaan Tanin Acacia mangium Dibandingkan Tanin         Mimosa sebagai Perekat Kayu Lapis. Jurusan Kimia Fakultas Matematika      dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hal. 2.

Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. 2007. Tanaman tropis Indonesia. Kompas 2007. [26 April 2012]

Bennion, M. 1980. “The Science of Food”. New York: John Willey and Sons.

Buckle, K.A.,et al. (1987). Kimia Pangan. Penerjemah : Hadipurnomo,A.,(1990).  UIPress. Jakarta.

Butler, L.G. and J.C. Rogler. 1992. Ciochemical mechanism of antinutritional effects        of tannins. Phenolic compounds in food and their effects on health I.      American Chemical Society. Washington DC.

Feeney, R. E., R. B. Silva dan L. R. Mac Donnell. 1964. Chemistry of shell egg     deterioration: The deteration of separated components, J. Poultry Sci. 30:      645-660.

Gaman, P.M and K.M Sherrington. 1990. The Science of Food. 3th Ed. Pergamon            Press. Oxford, New York.

Harper, R.P., V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1979. Review of Phisiologycal         Chemistry. Ed ke-17. California, Lange Medical. California.

Hagerman, A.E. 1992. Tannin-protein interaction. Phenolic eompounds in food and           their effects on health I. American Chemical Society. Washington DC.

Harborne. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan.          Terbitan Kedua. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro.Bandung : ITB

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 2. Yay. Sarana Wana Jaya,      Jakarta. Hal. 885-887 (sebagai Leucaena glauca Benth.)

Jayadi, S. 199 1. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Jayarao, B.M., S.C. Donaldson, B.A. Straley, A.A. Sawant, N.V. Hegde, and J.L. Brown. 2006. A survey of foodborne pathogens in bulk tank milk and raw        milk consumption among farm families in Pennsylvania. J. Dairy Sci. (89):          2451−2458.

Kartasapoetra. 1998. The effect of tannin degrading bacterial inoculation on the                                  performance calliandra (Calliandra calothyrsus) fed goats. Bulletin of                                             Animal Science. Suplement edition.

Mcgilvery, R.W. dan G.W. Goldstein. 1996. Biokimia; Suatu Pendekatan  Fungsional. SUMARNO DSBK, T.M. (penterjemah). Penerbit Airlangga      University Press, Surabaya.

Mulyono. 2006. Kamus Kimia.Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia

Murray, Robert K. et. Al. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta : Penerbit Buku            Kedokteran EGC.

Nahrowi.2008. Pengetahuan Bahan Pakan. Nutri Sejahtra Press. Bogor.

Rasyaf, M. 1985. Pengelolaan Produksi Telur. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Sarwono, B. 2001. Lebah Madu. Jakarta: AgroMedia Pustaka

Smith, A.H., E. Zoetendal, & R.I. Mackie. 2005.Bacterial mechanisms to overcome           inhibitoryeffects of dietary tannins. Microb. Ecol. 50 :197-205.

Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi Badan Khusus Peternakan Sapi Perah. Kayu            Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan: Lembang.

Tangenjaja, B. E. dan Wina. 2000. Daun Legum untuk Komponen Ransum Unggas.          Majalah Warta, Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 22. No 4  (2000). P4-5.

Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat            Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss            Development Cooperation, 1993.

Waghorn, G.C. & W.C. McNabb. 2003.Consequences of plant phenolic compoundsfor            productivity and health of ruminants.Proc. Nutr. Soc. 62 : 383-392.

Westendarp, H. 2006. Effects of tannins in animalnutrition. Dtsch. Tierarztl. Wochenschr.  113:264-268

Yuni Astuti, 2006. Penggunaan Susu Skim. Fakultas Peternakan Universitas Jendral                                  Soedirman, Purwokerto.

Leave a comment