LAPORAN FISHEW RESPIRASI

Tanggal Praktikum    : 4 Oktober 2011

Dosen Pembimbing   :

Kelompok Praktikum: D5

 RESPIRASI

Anggota kelompok :

 

  1. Isnaini Puji A                                      D14100044
  2. Hesti Anggrani                                    D14100056
  3. Devi Simamora                                   D14100091

 

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

 

 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bila frekuensi rangsangan rendah, konteraksi-kontraksi yang dihasilkannya berupa kontraksi-kontraksi sederhana dengan relaksasi sempurna. Di sini juga terjadi treppe. Bila frekuensi dipertinggi maka terjadi kontraksi-kontraksi dengan relaksasa yang tidak sempurna, yang disebut kontraksi tetanus inkomplit. Bia frekuensi dipertinggi lagi otot tidak sempat lagi relaksasa terjadi kontraksi terus yang disebut kontraksi tetanus kompit. Kontraksi ini meningkat terus. Tapi pada suatu saat kontraksi ini menurun, ha ini terjadi karena otot sudah mengaami kelelahan.

 

Tujuan

Mempelajari terjadainya kontraksi yang berturut-turut atau tetanus dan kelelahan yang diakibatkan.

 

BAB 2

ALAT DAN BAHAN

Alat dan Bahan

  1. Katak
  2. Kimograf

BAB 3

METODE

 

Tata Kerja

  1. Rangsangan maksimal diatur atau sedikit diatasnya.
  2. Kecepatan kimograf diatur pada kecepatan 3.
  3. Dibuat rangsangan dengan frekuensi rendah sampai tinggi sambil dilakukan pencatatan. Dapat pula dihentikan dahulu setiap kali dilakukan perubahan frekuensi.
  4. Setelah terjadi tetanus komplit diteruskan perangsangan sampai kontraksi menurun.
  5. Dihentikan dan diberikan tanda-tanda seperunya.

BAB 4

PEMBAHASAN

Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat (Seeley, 2002). Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi (Seeley, 2002).

Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respons terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus.Waktu antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi disebut fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot berelaksasi disebut fase relaksasi (Seeley, 2002).

Berdasarkan Seeley (2002), kontraksi otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi isometrik (jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang otot tidak berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot berkurang (otot memendek).

Pada praktikum kami tidak melakukan percobaan tetanus, karena otot yang kami amati sudah tidak dapat lagi merespon rangsangan yang diberikan (mati). Hal ini dikarenakan teralu lamanya otot tersebut digunakan dalam percobaan-percobaan sebelumnya, sehingga otot tersebut mengalami kerusakan dan sudah tidak dapat digunakan. Berdasarkan Martini (2001), stimulasi yang diberikan secara berulang-ulang akan menghasilkan efek-efek sebagai berikut:

 

 

 

 

Respons otot terhadap rangsang berulang

Leave a comment