LAPORAN IPN SAPONIN

Laporan Praktikum Ke : 5                   Hari/Tanggal               : 22 Maret 2012

Integrasi Proses Nutrisi                       Tempat Praktikum       : Lab. Fisiologi (BFM)

Nama Asisten              : Dea Justia Nurjana

 

 

SAPONIN

Hesti Anggrani

D14100056

 

 

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

2012

PENDAHULUAN

Latar belakang

   Saponin merupakan salah satu zat anti nutrisi yang terdapat terkandung dalam biji-bijian dan forage feed : contoh alfalfa, sunflawer, soybean, peanut. Efek dari mengkonsumsi pakan yang mengandung saponin yaitu Menurunkan konsumsi ransum karena  rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan, menurunkan pertumbuhan, berperan dalam absorpsi kholesterol, asam lemak dan vitamin larut lemak. Namun, saponin memiliki kelebhan berupa agen defaunasi yaitu adalah pengurangan jumlah populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (parsial) dengan tujuan untuk mengoptimalkan tingkat kecernaan serat kasar pakan. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa dalam rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat predator bagi mikroba lain terutama bakteri dan jamur (Prihandono, 2001). Populasi protozoa dalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml cairan rumen. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 2001).

Keberadaan protozoa yang melebihi populasi normal cenderung merugikan, sehingga perlu adanya usaha untuk mengendalikan populasi protozoa dalam rumen. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pengendalian populasi protozoa dalam rumen adalah dengan menambahkan agen defaunasi pada ransum ternak.

 

Tujuan

Tujuan praktikum kali ini yaitu praktikan dapat mendeteksi keberadaan saponin dalam hijauan pakan ternak dengan menggunakan pelarut air, mengetahui kestabilan busa saponin di dalam larutan saliva buatan, serta mengetahui pengaruh penggunaan saponin terhadap populasi protozoa rumen.

 

TINJAUAN PUSTAKA

Saponin

            Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak atau karena rasanya yang manis. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum adalah asam glukoronat (Harborne, 1996).

Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi (Prihatman, 2001).Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai agen defaunasi dalam manipulasi prosesfermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan (Wiseman and Cole,1990).

 

Cairan Rumen

Menurut Sutardi (1977), adanya mikroba yaitu bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan makanan yang berkadar serat kasar tinggi. Yokoyama dan Johnson (1988) menyatakan bahwa protozoa dan bakteri dalam rumen akan bersaing dalam menggunakan beberapa bahan makanan, protozoa akan menggunakan bakteri sebagai sumber  protein untuk kehidupannya sehingga jumlah bakteri dalam rumen akan berkurang sampai setengahatau lebih. Protozoa meliputi hampir 50% dari biomassa mikroba dalam rumen. Keberadaan protozoa dalam rumen cukup penting, tetapi tidak mutlak. Populasi protozoa yang tidak terkontrol akan menekan bakteri. Penelanan bakteri oleh protozoa akan mengurangi biomassa bakteri yang bebasdalam cairan rumen sekitar 50–90%, dapat menurunkan kecepatan kolonisasi bakteri pencerna partikel makanan (Hungate, 1966).

 

Daun Singkong

            Kandungan kimia pada umbi dan daun Manihot utilissima adalah saponin, selain itu daunnya juga mengandung flavonoid (Hutapea, 2000).

 

Daun Gamal

            Gamal (Gliricidia sepium) merupakan jenis tanaman local yang digunakan sebagai pakan ternak, memiliki produktivitas yang tinggi dan tersebat di wilayah tropis. Tanaman Gamal mengandung zat flavonoida, tanin, poliphenol, saponin dan kumarin (Karti, 1998; Wahid, 2008). Hasil penelitian Wina dan Tangendjaja (2000) bahwa suplementasi saponin dan tannin dalam ransum mengurangi populasi protozoa dan dapat meningkatkan populasi bakteri pancerna serat kasar. Dengan demikian penurunan populasi protozoa dalam rumen akan diikuti dengan penurunan gas metan (CH4).

 

Bunga Sepatu

Kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis L.) biasanya banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Kembangnya berukuran besar dan umumnya berwarna merah dan kuning. Pada umumnya, tinggi tanaman sekitar 2 sampai 5 meter. Batang tingginya ± 3m, bulat, berkayu, keras,diameter ± 9cm, masih muda berwarna ungu setelah tua putih kotor. Daun berbentuk bulat telur yanglebar atau bulat telur yang sempit dengan ujung daun yang meruncing (Anonim, 2009). Kembang sepatu dapat digunakan sebagi obat. Selain untuk pengobatan, kembang sepatu juga dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kandungan nutrisi dari kembang sepatu yaitu abu 88%, lemak 2.7 %,serat kasar 12%, BETN 50%, dan protein kasar 11.9% (Hyene, 1987). Daun, bunga, dan akar kembang sepatu mengandung flavonoida. Di samping itu daunnnya juga mengandung saponin dan polifenol, bunga mengandung saponin dan polifenol, akarnya juga mengandung tanin, saponin, skopoletin, cleomiscosin A, dan cleomiscosin C (Harborne,1996). Baik daun dan bunga dari kembangsepatu memiliki senyawa bioaktif saponin. Oleh sebab itu, menurut Sutardi (1977) kembang sepatudapat dijadikan agensia defaunasi dari populasi protoza.

 

Daun Kaliandra

Komposisi kimiawi kaliandra mengandung protein berkisar 20%, terdapat tanin 8-11%, saponin, flavonoid dan glikosida dalam jumlah kecil yang tidak membehayakan ternak. Kaliandra dapat digunakan sebagai pengganti sebagian rumput yang diberikan. Pada sapi dapat menggantikan rumput maksimal 50%, sedangkan untuk domba sampai dengan 30%. Pemberian pada ternak sebaiknya dalam bentuk segar karena proses pengeringan akan menurunkan konsumsi dan kecernaanya, selain itu kandungan tanin dalam kaliandra segar kurang berbahaya untuk ternak. Kaliandra dapat diberikan saat sebelum atau sesudah pemberian pakan tambahan (Harborne,1996).

Daun Lamtoro

Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14-19%, sedangakan kandungan serat kasar umumnya berfliktuasi dari 33 hingga 66%, dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35-44%. Daun lamtoro umumnya defisiensi asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C biasanya tinggi. Biji dan daun lamtoro mengandung glactomannan yang dapat membentuk ekstrasi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin mempunyai potensi sebagai bahan biomedical. ( Nahrowi,2008 ).

 

MATERI DAN METODE

Materi

Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah mortar, pestel, corong, kapas, botol selai, tabung reaksi atau tabung Hungate, rak tabung reaksi, pipet mohr, bulb, timbangan kasar, obyek glass, spoit, mikroskop, shaker waterbath, dan alat-alat lain. yang dibutuhkan. Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan TBFS, saliva buatan, larutan mineral, daun kaliandra, daun dan bunga kembang sepatu, daun gamal, daun lamtoro, daun singkong, sabun cair, dan gas CO2.

 

Metode

Langkah awal yang dilakukan adalah mempersiapkan sampel daun. Pertama setiap bahan dedaunan digerus dengan pestel dan mortar. Kemudian 2 g sampel hasil gerusan dimasukan ke dalam botol selai dan dicampur dengan 100 ml air panas. Campuran tersebut didinginkan dalam suhu ruang dan disaring menggunakan corong dan kapas. Filtrat diambil dan ampas dibuang. Perlakuan yang sama dilakukan kembali namun air panas diganti dengan air dingin/larutan TDFN.

Selanjutnya dilakukan persiapan sampel sabun dengan menimbang 1 g sabun colek atau sabun dan melarutkannya  dengan aquadest hingga volume 100 ml. Berikutnya 5 ml filtrat yang telah siap dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditutup. Setelah itu tabung reaksi dikocok selama 10 detik dan dibiarkan 10 menit. Busa/buih yang ada merupakan indikator adanya saponin. Busa yang muncul diukur ketinggiannya. Prosedur yang sama juga dilakukan tehadap campuran yang menggunakan air dingin/larutan TDFN.

Uji kestabilan busa dilakukan dengan memasukkan 5 ml filtrat ke dalam tabung  reaksi dan menambahkan 5 ml larutan saliva buatan. Setelah itu tabung reaksi dikocok selama 10 detik dan dibiarkan 10 menit. Busa yang muncul diukur ketinggiannya. Prosedur yang sama juga dilakukan dengan cairan rumen, sampel hijauan, dan sampel sabun. Perbedaan antar sampel larutan diamati.

Uji pengaruh saponin terhadap populasi protozoa diawali dengan menyiapkan tabung Hungate yang diisikan 1 ml filtrat hijauan pakan. Selanjutnya 8 ml cairan rumen ditambahkan ke dalam tabung Hungate dan tabung tersebut langsung dialiri CO2 selama 30 detik. Setelah itu tabung dimasukkan ke dalam shaker waterbath selama 10 menit. Setelah 10 menit cairan dalam tabung Hungate diambil menggunakan spoit dan diletakkan di atas obyek glass. Obyek glass kemudian diamati dengan mikroskop paada pembesaran 100 kali. Prosedur yang sama dilakukan dengan sampel hijauan lainnya.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

 Tabel 1. Uji Saponin

Sampel

Panas (cm)

Dingin (cm)

Lamtoro

1,8

0,1

Gamal

Kaliandra

0,3

Daun Singkong

Bunga Sepatu

0,1

0,7

Sabun

5,2

 

Tabel 2. Uji Kestabilan Busa Dalam Larutan Saliva Buatan dan Cairan Rumen

Sampel

Panas (cm)

Dingin (cm)

Saliva

Rumen

Saliva

Rumen

Lamtoro

0,4

0,2

Gamal

Kaliandra

Daun Singkong

0,5

0,1

Bunga Sepatu

1,5

0,6

Sabun

4,4

1

 

Tabel 3. Pengaruh Saponin Terhadap Populasi Protozoa

Sampel

Jumlah Protozoa / ml

Lamtoro

18.750

Kaliandra

6.250

Daun Singkong

206.250

Bunga Sepatu

12.500

 

Pembahasan

                Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Kandungan saponin yang dijelaskan dalam tabel pertama menunjukan perbedaan kadar saponin setelah perlakuan pemanasan dengan kondisi pelarutan dengan air biasa. Saponin daun lamtoro dengan daun kaliandra mengalani peningkatan saponin pada perlakuan panas, sedngkan pada bungga sepatu dan sabun mengalami penurunan kadar saponin pada perlakuan panas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya atau ketinggian busa yang dihasilkan dari hasil uji. Teori yang seharusnya terjadi yaitu kandungan saponin akan menurun setelah dilakukannya pemanasan terlebih dahulu. Ketidak sesuaian ini mungkin terjadi karena terdapa kesalahan atau pengocokan yang tidak serempak sehingga timbul perbedaan perlakuan yang berefek pada lebih tingginya busa pada perlakuan panas.

Uji ksabilan busa pada saliva buatan dan cairan rumen menunjukan perbedaan dengan literatur. Teori yang seharusnya yaitu pada perlakuan dengan cairan rumen lebih tinggi sedangkan pada saliva buatan lebih sedikit, hal ini disebabkan karena saliva bersifat surfactant yang membantu di dalam proses mastikasi dan ruminasi sehingga busa yang dihasilkan oleh saponin bisa diminimalkan oleh saliva karena sifatnya yang surfactant. Kemudian pada perlakuan panas yang seharusnya lebih rendah kandungan saponinya tidak terjadi, hal ini mungkin dikarenakan air yang digunakan sudah tidak panas lagi, perbedaan kuantitas pengocokan tabung, maupun kesalahan membaca tinggi busa.

Kandungan saponin pada praktikum kali ini menggunakan indikator tingginya busa yang dihasilkan setelah pengocokan tabung reaksi selama 10 detik. Saponin bersifat sebagai agen defaunasi yang bekerja mengurangi jumlah populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (parsial) dengan tujuan untuk mengoptimalkan tingkat kecernaan serat kasar pakan. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa dalam rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat predator bagi mikroba lain terutama bakteri dan jamur (Prihandono, 2001). Populasi protozoa dalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml cairan rumen. Jumlah tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 2001). Keberadaan protozoa yang melebihi populasi normal cenderung merugikan, sehingga perlu adanya usaha untuk mengendalikan populasi protozoa dalam rumen. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pengendalian populasi protozoa dalam rumen adalah dengan menambahkan agen defaunasi pada ransum ternak. Hasil perhitungan protozoa pada daun lamtoro yaitu sebanyak 18.750/ml, daun kaliandra 6.250/ml, daun singkong 206.250/ml, dan pada bungga sepatu sebanyak 12.500/ml.

 

 

KESIMPULAN

Praktikum kali ini praktikan dapat mengetahui keberadaan saponin dalam pakan yang diuji menggunakan pelarut air dengan indikasi terdapatnya busa sebagai tanda bahwa pakan tersebut mengandung saponin. Kestabilan saponin dalam larutan saliva lebih kecil dibandingkan dengan caitan rumen, karena saliva memiliki sifat surfactant yang dapat meminimalkan kadar saponin. Saponin  bersifat defaunasi yang dapat mengurangi populasi protozoa dalam rumen, protozoa dalam rumen dapat menghambat pertumbuhan bakteri rumen sehingga hal ini berbahaya jika terjadi. Karena itu, perlu ditambahkan dalam ransum ternak bahan yang mengandung saponin sebagai pembatas pertumbuhan protozoa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Harborne. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan.          Terbitan Kedua. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro.Bandung : ITB

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press: New York and          London.

Hutapea, J.R., (Ed). 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Penelitian dan        Pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial      RI. Jakarta Jilid I

Heyne,K. 1987.Tumbuhan Berguna Indonesia III. Terjemahan oIeh Badan Litbang           Kehutanan. SaranaJaya. Jakarta

Nahrowi.2008. Pengetahuan Bahan Pakan. Nutri Sejahtra Press. Bogor.

Prihandono, R. 2001. Pengaruh suplementasi probiotik bioplus, lisinat Zn dan        minyak ikan lemuru (sardinella longiceps) terhadap tingkat penggunaan        pakan dan produk fermentasi rumen domba. Skripsi. Fakultas Peternakan.     Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi Badan Khusus Peternakan Sapi Perah. Kayu            Ambon, Lembang. Direktorat Jenderal Peternakan: Lembang.

Yokoyama, M.TandK A. Johnson. 1988.Microbiology of TheRumenand Intestine. In        Church, D. C. (Eds). Digestive Physiology and Nutrional of Ruminant. New        Jersey.

 

 

LAMPIRAN

 

Perhitungan Jumlah Protozoa / ml

  1. Lamtoro

Protozoa / ml =

=

= 18750

 

  1. Kaliandra

Protozoa / ml =

=

= 6250

 

  1. Daun Singkong

Protozoa / ml =

=

= 206250

 

  1. Bunga Sepatu

Protozoa / ml =

=

= 12500

 

LAPORAN FISHEW RESPIRASI

Tanggal Praktikum    : 4 Oktober 2011

Dosen Pembimbing   :

Kelompok Praktikum: D5

 RESPIRASI

Anggota kelompok :

 

  1. Isnaini Puji A                                      D14100044
  2. Hesti Anggrani                                    D14100056
  3. Devi Simamora                                   D14100091

 

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

 

 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bila frekuensi rangsangan rendah, konteraksi-kontraksi yang dihasilkannya berupa kontraksi-kontraksi sederhana dengan relaksasi sempurna. Di sini juga terjadi treppe. Bila frekuensi dipertinggi maka terjadi kontraksi-kontraksi dengan relaksasa yang tidak sempurna, yang disebut kontraksi tetanus inkomplit. Bia frekuensi dipertinggi lagi otot tidak sempat lagi relaksasa terjadi kontraksi terus yang disebut kontraksi tetanus kompit. Kontraksi ini meningkat terus. Tapi pada suatu saat kontraksi ini menurun, ha ini terjadi karena otot sudah mengaami kelelahan.

 

Tujuan

Mempelajari terjadainya kontraksi yang berturut-turut atau tetanus dan kelelahan yang diakibatkan.

 

BAB 2

ALAT DAN BAHAN

Alat dan Bahan

  1. Katak
  2. Kimograf

BAB 3

METODE

 

Tata Kerja

  1. Rangsangan maksimal diatur atau sedikit diatasnya.
  2. Kecepatan kimograf diatur pada kecepatan 3.
  3. Dibuat rangsangan dengan frekuensi rendah sampai tinggi sambil dilakukan pencatatan. Dapat pula dihentikan dahulu setiap kali dilakukan perubahan frekuensi.
  4. Setelah terjadi tetanus komplit diteruskan perangsangan sampai kontraksi menurun.
  5. Dihentikan dan diberikan tanda-tanda seperunya.

BAB 4

PEMBAHASAN

Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat (Seeley, 2002). Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi (Seeley, 2002).

Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respons terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus.Waktu antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi disebut fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot berelaksasi disebut fase relaksasi (Seeley, 2002).

Berdasarkan Seeley (2002), kontraksi otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi isometrik (jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang otot tidak berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot berkurang (otot memendek).

Pada praktikum kami tidak melakukan percobaan tetanus, karena otot yang kami amati sudah tidak dapat lagi merespon rangsangan yang diberikan (mati). Hal ini dikarenakan teralu lamanya otot tersebut digunakan dalam percobaan-percobaan sebelumnya, sehingga otot tersebut mengalami kerusakan dan sudah tidak dapat digunakan. Berdasarkan Martini (2001), stimulasi yang diberikan secara berulang-ulang akan menghasilkan efek-efek sebagai berikut:

 

 

 

 

Respons otot terhadap rangsang berulang

LAPORAN IPN BUFFER

Laporan Praktikum Ke-4                                Hari/Tanggal   : Kamis, 15 Maret 2012

Integrasi Proses Nutrisi                                   Tempat            : Lab. Fisiologi (BFM)

                                                                        Nama Asisten  : Denbeti Noviani

BUFFER

Hesti Anggrani

D14100056

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Pendahuluan

Latar Belakang

            Buffer adalah zat yang dapat mempertahankan pH ketika ditambah  sedikit asam/basa atau ketika diencerkan. Buffer terdiri dari asam lemah dan garamnya/basa konjugasinya atau basa lemah dan garamnya/asam konjugasinya, dalam perbandingan jumlah mol tertentu mempunyai kemampuan mempertahankan pH nya, jika ke dalam campuran ini masuk sedikit asam atau basa kuat. Bila larutan penyangga berasal dari asam lemah dengan garamnya tercampur sedikit asam kuat, maka asam kuat akan bereaksi dengan garamnya sehingga asam kuat akan diubah menjadi garam (bersifat netral ) dan asam lemah. Sifat asam kuatnya menjadi sangat kecil. Bila ditambah sedikit basa kuat maka basa kuat ini menjadi sangat kecil, karena bereaksi dengan asamnya. Bila ditambah sedikit asam, komponen buffer yang bersifat basa akan mengikat ion H+ sehingga jumlah ion H+ tidak bertambah dan pH tidak menurun. Bila ditambahkan sedikt basa, komponen buffer yang bersifat asam akan mengikat ion OH sehingga jumlah ion OHtidak bertambah dan pH tidak meningkat. Buffer umumnya memiliki kapasitas penyangga dengan rentang 1 nilai pH diatas dan dibawah pH normal buffer tersebut.

            Larutan penyangga berdasarkan komponen penyusunnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu larutan penyangga asam, berfungsi mempertahankan pH < 7 yang tersusun atas larutan asam lemah dan garamnya serta larutan penyangga basa, berfungsi mempertahankan pH > 7 yang tersusun atas larutan basa lemah dan garamnya.

Tujuan

            Praktikum ini bertujuan agar praktikan mengetahui pengaruh pertambahan larutan asam dan larutan basa ke dalam larutan buffer serta mampu membuat kurfa hasil titrasinya.

Tinjauan Pustaka

Buffer

            Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion – ion hidrogen atau hidroksida ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Secara umum, larutan buffer mengandung pasangan asam – basa konjugat atau terdiri dari campuran asam lemah dengan garam yang mengandung anion yang sama dengan asam lemahnya, atau basa lemah dengan garam yang mengandung kation yang sama dengan basa lemahnya. Oleh karena mengandung komponen asam dan basa tersebut, larutan buffer dapat bereaksi dengan asam (ion H+) maupun dengan basa (ion OH-) apa saja yang memasuki larutan. Oleh karena itu, penambahan sedikit asam ataupun sedikit basa ke dalam larutan buffer tidak mengubah pH-nya. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa. Apabila asam lemah dicampur dengan basa konjugasinya maka akan terbentuk larutan buffer asam, dimana larutannya mempertahankan pH pada daerah asam (pH 7) (Underwood, A.L., 2002 ).

Buffer Fosfat

            Buffer fosfat adalah buffer netral dengan kisaran pH 7. Buffer fosfat dapat dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat (NaH2PO4) dan basa konjugatnya yaitu disodium fosfat (Na2HPO4). Meskipun buffer fosfat juga merupakan larutan penyangga, namun kerja buffer ini tidak lebih baik dari cairan rumen dalam mempertahankan pH. Hal ini dikarenakan adanya proses saliviasi di dalam rumen. Saliva yang dihasilkan kelenjar ludah berperan sebagi buffer alami bagi rumen sehingga kemampuan mempertahankan pH rumen lebih bagus (Daintith, 2005).

Cairan Rumen

 Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan mikroorganisme yang paling sesuai dan dapat hidup dapat ditemukan didalamnya. Tekanan osmos pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38–42oC, pH dipertahankan dengan adanya absorbsi asam lemak dan amonia. Saliva yang masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar ion HCO3 dan PO4 (Arora, 1995). Di dalam cairan rumen juga terdapat saliva. Saliva yang masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Saliva bertipe cair, membuffer asam-asam, hasil fermentasi mikroba rumen. Selain itu juga saliva merupakan zat pelumas dan surfactant yang membantu didalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva mengandung elektrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P, dan urea yang mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. (Hvelplund,1991).

HCl

Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium, H3O+.

HCl + H2O → H3O+ + Cl

Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl. Asam klorida oleh karenanya dapat digunakan untuk membuat garam klorida, seperti natrium klorida. Asam klorida adalah asam kuat karena ia berdisosiasi penuh dalam air (Lide, 1981).

NaOH

NaOH (Natrium Hidroksida) berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter. Titik leleh 318°C serta titik didih 1390°C. Hidratnya mengandung 7; 5; 3,5; 3; 2 dan 1 molekul air (Daintith, 2005). NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni merupakan padatan berwarna putih, densitas NaOH adalah 2,1 . Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida (Keenan dkk., 1989).

Materi Metode

Materi

            Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu terdiri dari kertas indikator pH, gelas pengaduk, gelas ukur 50ml, pipet volumetrik, wadah plastik, serta gelas selai. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu terdiri dari HCl 0,05  N, NaOH 0,05N, cairan rumen, dan buffer fosfat.

Prosedur

            Terdapat lima perlakuan yang akan diuji, berikut ini merupakan prosedurnya :

  1. Sebanyak 50 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam gelas selai lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH 0,05N ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan NaOH  dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati dengan pH NaOH (pH 12).
  2. Sebanyak 50 ml buffer fosfat dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan NaOH dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati pH NaOH (pH 12).
  3. Sebanyak 50 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan HCl ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati pH HCl (pH 2).
  4. Sebanyak 50 ml buffer fosfat dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan HCl ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan HCl dilakukan berulang kali sampai pH-nya mendekati pH HCl (pH 2).
  5. Sebanyak 50 ml HCl dimasukkan ke dalam gelas selai, lalu diukur dan dicatat pH awalnya. Larutan NaOH ditambahkan sebanyak 10 ml lalu diaduk hingga homogen dan diukur serta dicatat perubahan pH-nya. Penambahan NaOH dilakukan berulangkali sampai pH-nya mendekati pH NaOH (pH 12).

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Berdasarkan pengujian pH buffer yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. pH Bahan

Bahan

pH

Cairan Rumen

7

Buffer Fosfat

7

HCl

2

NaOH

12

Tabel 2. Cairan Rumen + NaOH

Penambahan NaOH (ml)

Perubahan pH

10

7

10

8

10

8

10

8

10

9

10

9

10

9

10

10

10

11

10

11

10

11

10

11

Volume total NaOH : 120 ml

Tabel 3. Buffer Fosfat + NaOH

Penambahan NaOH (ml)

Perubahan pH

10

8

10

9

10

11

10

11

10

11

Volume total NaOH : 50 ml

Tabel 4. Cairan Rumen + HCl

Penambahan HCl (ml)

Perubahan pH

10

6

10

6

10

6

10

5

10

5

10

5

10

5

10

4

10

4

10

4

10

4

10

4

10

4

10

3

10

3

10

3

10

2

10

2

10

2

Volume total HCl : 190 ml

Tabel 5. Buffer Fosfat + HCl

Penambahan HCl (ml)

Perubahan pH

10

6

10

6

10

5

10

2

10

2

10

2

Volume total HCl : 60 ml

Tabel 6. NaOH + HCl

Penambahan HCl (ml)

Perubahan pH

10

12

10

12

10

11

10

10

10

7

10

3

10

2

Volume total HCl : 70 ml

Pembahasan

Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion – ion hidrogen atau hidroksida ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Secara umum, larutan buffer mengandung pasangan asam – basa konjugat atau terdiri dari campuran asam lemah dengan garam yang mengandung anion yang sama dengan asam lemahnya, atau basa lemah dengan garam yang mengandung kation yang sama dengan basa lemahnya. Oleh karena mengandung komponen asam dan basa tersebut, larutan buffer dapat bereaksi dengan asam (ion H+) maupun dengan basa (ion OH-) apa saja yang memasuki larutan. Oleh karena itu, penambahan sedikit asam ataupun sedikit basa ke dalam larutan buffer tidak mengubah pH-nya. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga basa. Apabila asam lemah dicampur dengan basa konjugasinya maka akan terbentuk larutan buffer asam, dimana larutannya mempertahankan pH pada daerah asam (pH 7) (Underwood, A.L., 2002 ). Perlakuan pertama yaitu mencampurkan cairan rumen yang bersifat sebagai buffer dengan NaOH 0,05N merupakan salah satu contoh sistem dalam mempertahankan pH-nya. Setiap buffer memiliki kapasitas untuk mempertahankan pHnya, kapasitas suatu penyangga merupakan ukuran keefektifannya dalam perubahan pH pada penambahan asam atau basa. Semakin besar konsentrasi asam dan basa konjugasinya, semakin besar kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga dapat didefinisikan secara kuantitatif dengan jumlah mol basa kuat dibutuhkan untuk mengubah pH 1 L larutan sebesar 1 pH satuan (Vogel. 1979). Asam dan basa yang digunakan dalam praktikum kali ini merupakanasam dan basa kuat, namun dengan konsentrasi yang rendah sehingga untuk mengubah satu satuan pH buffer perlu sekitar 30ml asam maupun basa kuat yang digunakan.

Pencernaan adalah proses pemecahan partikel makro menjadi partikel yang ukurannya lebih kecil lagi dan diikuti dengan proses fermentasi dan penyerapan baik dalam rumen maupun usus. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi secara mekanis dalam mulut, fermentatif oleh mikroba rumen, dan secara hidrolitis oleh enzim-enzim pencernaan hewan induk semang. Rumen merupakan bagian terbesar dari perut ruminansia. Di dalam rumen terdapat sejumlah mikroba yang memungkinkan ternak memanfaatkan komponen-komponen yang tidak dapat dicerna oleh enzim perut dan disebut dengan fermentasi. Fermentasi oleh mikroba rumen misalnya hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida dan disakarida kemudian di fermentasi menjadi asam asetat, propionate dan butirat. Sedangkan protein sebagian besar dirombak menjadi peptide, asam amino, ammonia, dan VFA yang selanjutnya disintesis menjadi sel mikroba untuk kemudian dicerna dalam usus. Lemak akan dihirolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Proses fermantasi dalam rumen menghasilkan kondisi asam, hal ini dapat menghambat kinerja dari mikroba rumen yang tidak tahan terhadap kondisi yang terlalu asam. Karena itu perlu adanya sistem buffer dalam rumen yang berungsi menjaga atau mempertahankan pH dalam rumen. Saliva yang dihasilkan dalam mulut ruminan selain bersifat enzimatis juga berperan sebagai buffer dalam rumen. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Saliva bertipe cair, membuffer asam-asam hasil fermentasi mikroba rumen. Selain itu juga saliva merupakan zat pelumas dan surfactant yang membantu di dalam proses mastikasi dan ruminasi. Saliva mengandung eloktrolit-elektrolit tertentu seperti Na, K, Ca, Mg, P, dan urea yang mempertinggi kecepatan fermentasi mikroba. Sekresi saliva dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan, kandungan bahan kering, volume cairan isi perut dan stimulasi psikologis.

Kurva perbandingan titrasi cairan rumen dengan NaOH dengan buffer fosfat dengan NaOH, menunjukan bahwa kecepatan perubahan pH yang berbeda setelah penambahan NaOH. Buffer fosfat dapat mencapai(mendekati) pH NaOH hanya dengan penambahan 50ml NaOH 0,05N, sedangkan pada cairan rumen memerlukan 120ml NaOH 0,05N hingga mencapai pH 11. Kurva perbandingan titrasi cairan rumen dengan HCl dengan titrasi bufffer fosfat dengan HCl juga menunjukan perbedaan kecepatan dalam penambahan HCl setiap 10ml. Penambahan HCl sangat cepat berpengaruh pada buffer fosfat dimana hanya dengan menambahkan 60ml HCl 0,05N pH-nya sudah berubah menjadi 2, sedangkan pada cairan rumen memerlukan HCl sedanyak 190ml untuk membuat pH cairan rumen menjadi 2. Kurva titrasi NaOH dengan HCl menunjukan bahwa perlu 70ml HCl 0.05N untuk merubah pH NaOH 0,05N yang memiliki pH 12 menjadi pH 2 dengan adanya titrasi.

Kemampuan buffer fosfat dalam perlakuan titrasi dengan HCl dan NaOH dibandingkan dengan cairan rumen sangat terlihat berbeda. Buffer fosfat lebih cepat mengalami perubahan pH dibandingkan cairan rumen, atau bisa dikatakan bahwa cairan rumen lebih dapat mempertahankan pH-nya dibandingkan dengan buffer fosfat. Hal ini menunjukan bahwa dalam tubuh ternak yang terdapat cairan rumen dalam rumennya, dapat dengan maksimal mempertahankan pH normal rumen (6,8) meskipun didalamnya terdapat aktivitas fermentasi mikroba rumen. Dengan demikian, keaadaan asam yang dihasilkan pada proses fementasi dapat ditangani oleh hadirnya buffer berupa cairan rumen.

Kesimpulan

            Buffer merupakan larutan yang cenderung mempertahankan pH-nya, namun buffer sendiri memiliki kapasitas tertentu dimana jika ditambahkan sejumlah asam atau basa kuat akan merubah pH buffer itu sendiri. Semakin ditambahkan asam atau basa, maka pHnya semakin berubah menurut tingkat pH pentitrasinya. Dengan adanya perubahan pH tersebut praktikan dapat membuat kurva titrasi untuk memudahakn analisa pengaruh penambahan asam atau basa pada buffer.

Daftar Pustaka

Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Daintith, J., 2008, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta

Day, R.A & A.L.Underwood. 2002. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis Sopyan. Erlangga. Jakarta.

Hvelplund,T. 1991. Volatile Fatty Acids and Protein Production in The Rumen. In : J.P.Jouvany (Ed), Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion Inra: Paris.

Lide, David (1980–1981). CRC Handbook of Chemistry and Physics (edisi ke-61st).

Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H., 1989,Ilmu Kimia untuk Universitas: Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.

Vogel`s. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis Fifth Edition. New York: Longman Group.

 

IPB

terus berjuang

semester 5 harus lebih berjuang hingga akhir…..semangat!!!!!

Hello world!

Welcome to WordPress.com! This is your very first post. Click the Edit link to modify or delete it, or start a new post. If you like, use this post to tell readers why you started this blog and what you plan to do with it.

Happy blogging!